“Aku masih selalu terkagum-kagum setiap datang ke sini,” komentar Kiria.
Luna dan Ota setuju. Mereka bertiga sedang berjalan menuju kantin sekolah Taras. Sekolah Taras memang jauh lebih mewah daripada sekolah mereka. Fasilitas olah raga dan laboratoriumnya lengkap. Gedungnya bertingkat lima belas dan full AC, lengkap dengan deretan lift dan eskalator.
Mereka berpapasan dengan beberapa siswa yang memakai kemeja putih dengan bawahan dan blazer ungu muda. Lencana sekolah berwarna keperakan tersemat di dada mereka. Itulah seragam murid-murid di sekolah itu.
“Ota!” Terlihat Taras yang melambaikan tangannya dari arah kantin yang lebih pantas disebut kafe.
Taras mengundang ketiga temannya untuk makan di kantin sekolahnya. Sudah lama mereka tidak makan sup asparagus bersama-sama. Sup asparagus di kantin sekolah Taras memang terkenal paling enak!
Baru saja Kiria dan kedua temannya duduk, sup asparagus datang. Seorang pegawai berbaju biru mengantarkannya. Rupanya, Taras sudah memesankan untuk mereka. Kalau enggak begitu, mereka harus menunggu lama, bahkan kehabisan. Kalau siang, kantin memang selalu penuh. Belum sempat mereka mencicipi sup itu, terdengar ribut-ribut di meja sebelah.
“Ih, menjijikkan! Tega banget, sih!” seru seorang anak perempuan.
“Kenapa, Na?” tanya Taras. Anak perempuan itu bernama Edna, teman sekelas Taras.
“Aku mau makan siang. Tahu-tahu, bekalku sudah jadi tomat busuk!” jawab Edna kesal.
Taras dan ketiga temannya melihat sebuah kotak bekal di meja Edna. Isinya empat tomat busuk. Hidung Kiria mengernyit jijik melihatnya.
“Kok bisa?” tanya Taras heran.
“Enggak tahu! Pasti ada yang menukarnya.” Menurut cerita Edna, setibanya di kantin, dia mengeluarkan bekal. Dia memang biasa makan bekal di kantin. Tetapi, Edna meninggalkan bekal itu di meja untuk pergi ke toilet. Begitu kembali lalu membuka bekalnya, Edna menemukan tomat-tomat busuk.
Bisa Mengisi Waktu Liburan, Playground Berbasis Sains Interaktif Hadir di Indonesia!
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sylvana Toemon |
KOMENTAR