Bawang putih merupakan tanaman yang suka digunakan sebagai bumbu masakan. Pada zaman dahulu kala, tanaman ini sudah digunakan sebagai ramuan obat.
Obat Tradisional
Sekitar tahun 3000 SM, bawang putih sudah digunakan sebagai obat tradisional oleh bangsa Tionghoa. Khasiat yang dimiliki bawang putih dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Tak hanya di Tiongkok, suku Nomad, suku pengelana dari Asia Tengah mempercayai kehebatan bawang putih untuk mengusir roh jahat dan menjaga kesehatan. Di Indonesia sendiri, bawang putih digunakan sebagai bumbu masakan dan umbi bawang digunakan untuk mengobati penyakit.
Punya Umbi
Dalam bahasa latin, Bawang putih disebut Allium sativum. Tanaman bawang putih termasuk tanaman terna (herbaceous), yakni tanaman berbatang lunak. Tanaman bawang putih tumbuh berumpun, tingginya mencapai 30-75 cm. Batang yang tampak di atas permukaan adalah batang semu. Batang semu ini terdiri dari pelepah-pelepah daun. Sedangkan batang yang sebenarnya berada di dalam tanah.
Di bagian pangkal batang, tumbuh akar berbentuk serabut kecil, panjangnya 10 cm. Fungsi akar ini untuk menyerap air dan nutrisi. O iya, tanaman bawang putih mempunyai umbi. Satu umbi bawang putih terdiri dari beberapa siung (anak) bawang. Nah, di Indonesia, umbi bawang putih yang digunakan untuk masakan.
Budidaya Bawang Putih
Bawang putih termasuk tanaman yang mudah dibudidayakan. Tanah yang digunakan untuk menanam bawang putih adalah tanah yang bercampur pasir. Jangan menanam pada tanah yang lunak seperti tanah liat, ya! Karena bawang putih tidak menyukai tanah yang lunak.
Ada 2 cara menanam bawang putih, pertama menggunakan bawang putih yang segar, dan kedua menggunakan bawang putih yang sudah mempunyai tunas. Kalau menggukan bawang putih segar, jangan lupa dikupas dulu kulitnya. Kemudian tanam bawang ke dalam tanah sedalam 2-3 cm. Sirami dengan teratur dan taruh di tempat yang cukup sinar matahari.
O iya, tanaman bawang putih dapat dipanen dalam waktu kurang lebih antara 90 hari-100 hari.
Penulis | : | Marisa Febrilian |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR