Bobo.id - Selat Sunda adalah selat yang menghubungkan Pulau Sumatera dan Pulau Jawa. Selat Sunda juga menghubungkan Laut Jawa dan Samudera Hindia.
Sejak dulu, Selat Sunda dikenal sebagai jalur pelayaran yang ramai. Benarkah di dalam selat ini banyak terkubur bangkai kapal?
Terdapat Bangkai Kapal
Berdasarkan catatan sejarah Perang Dunia II, di Selat Sunda terdapat bangkai kapal perang milik Australia bernama HMS Perth dan bangkai kapal perang milik Amerika Serikat bernama UUS Houston. Kedua kapal perang ini tenggelam saat berperang menghadang pasukan Jepang pada tahun 1942.
Saat ini, bangkai kapal bersejarah tersebut sudah ditemukan. Posisi bangkai HMS Perth berada pada kedalaman 26 meter, sedangkan USS Houston pada kedalaman 77 meter.
Selain itu di perairan selat ini juga teronggok beberapa bangkai kapal yang pernah mengalami kecelakaan. Salah satunya adalah kapal ferry Bahuga Jaya yang bertabrakan dengan kapal Tanker Nort Gas Canthika (NG) berbendera Singapura.
Jalur Pelayaran
Sejak zaman dulu, Selat Sunda dikenal sebagai jalur pelayaran yang aman. Jalur ini selain digunakan untuk pelayaran internasional, juga digunakan untuk pelayaran nasional yang dilakukan oleh PELNI. Sedangkan untuk penyeberangan antarpulau, Jawa dan Sumatera, dilakukan dengan menggunakan kapal ferry.
Dari tahun ke tahun, Selat Sunda semakin ramai. Menurut catatan pelayaran dari Departemen Perhubungan, trafik pelayaran di Selat Sunda sudah mencapai 70.000 pergerakan per tahun.
Pelabuhan Merak dan Bakauheni
Untuk melayani penyeberangan di Selat Sunda, di ujung bawah Sumatera dibangun Pelabuhan Bakauheni dan di ujung barat Jawa terdapat Pelabuhan Merak.
Jarak dari Merak ke Bakauheni sekitar 30 km. Selat Sunda termasuk selat yang dalam. Kedalaman rata-rata 27 meter. Di tengah lautan terdapat palung dengan kedalaman sekitar 86 meter. Sejumlah kapal ferry melayani penyeberangan di selat ini selama 24 jam.
Menuju Dua Dekade, National Geographic Indonesia Gelar Pameran Foto Sudut Pandang Baru Peluang Bumi
Penulis | : | Sigit Wahyu |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR