Rempah menjadi salah satu hal yang diincar oleh para penjajah saat datang ke Indonesia. Bicara soal rempah, Indonesia punya beberapa rempah yang sempat menjadi primadona di masanya. Masing-masing rempah itu ada di daerah yang berbeda.
Tanaman asli Maluku ini merupakan salah satu rempah yang banyak diincar oleh para penjajah. Cengkeh pernah menjadi salah satu rempah yang paling populer dan mahal di Eropa, bahkan harganya pernah melebihi harga emas. O iya, para penjajah sering menyebut Maluku dengan sebutan Spice Islands.
Di Maluku sendiri, cengkeh selalu ditanam saat ada anak yang baru lahir. Lalu, pohon cengkeh yang ditanam tersebut selalu dijaga dengan baik, karena dianggap berhubungan dengan pertumbuhan si anak yang baru lahir itu.
Selain di Maluku, cengkeh juga bisa ditemukan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Maluku, NTT, Papua, Riau, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Selawesi Utara, Sumatera Selatan, dan DI Yogyakarta.
Tanaman yang memberikan rasa hangat ini banyak digunakan dalam masakan dan minuman tradisional Indonesia. Pada abad pertengahan, negara di Eropa menggunakan jahe sebagai penambah aroma pada bir. Selain digunakan sebagai bumbu masak dan bahan minuman, jahe juga sering digunakan dalam obat-obatan herbal, salah satunya sebagai obat batuk dan penghangat badan. Jahe itu banyak jenisnya, lo. Di Asia Tenggara saja jenis jahe mencapai 80-90 jenis. Banyak, bukan?
Ternyata, rempah yang banyak digunakan untuk bumbu masak ini dihasilkan oleh Pulau Bangka Belitung. Ada dua jenis lada yang kita kenal, yakni lada putih dan lada hitam. O iya, lada dan merica merupakan tanaman yang sama.
Konon, lada berasal dari daerah India. Hanya saja, pada abad 600 sebelum masehi, banyak koloni Hindu yang datang ke Jawa. Nah, diperkirakan merekalah yang membawa bibit lada ke Jawa.
Selain di Kepulauan Bangka Belitung, lada juga bisa ditemukan di Aceh, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Lampung, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, dan DI Yogyakarta.
Penulis | : | willa widiana |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR