Banyak tradisi unik yang ada di berbagai daerah di Indonesia. Salah satunya ada di Manokwari, Ibukota Provinsi Papua Barat.
Tradisi unik yang dilakukan oleh masyarakat di sekitar Pantai Bakaro adalah kegiatan pemanggilan ikan dari lautan menuju tepi pantai. Menarik sekali tradisi ini karena ikan yang dipanggil tadi adalah ikan yang berasal dari lautan lepas, bukan ikan peliharaan.
Tradisi turun-temurun
Tradisi ini sudah dilakukan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi lainnya di Desa Bakaro. Sebagai wujud kecintaan akan alam, dulunya masyarakat melakukan pemanggilan ikan tersebut. Ikan-ikan yang ada di lautan terlihat begitu indah dan merupakan anugerah dari Yang Mahakuasa. Mereka berpikir, tugas manusia adalah menjaga dan memberi makan ikan-ikan itu.
Oleh sebab itu, sebelum diberi makan, ikan-ikan yang berada di laut lepas perlu dipanggil dulu. Ini dilakukan seperti seseorang yang memberi makan ikan peliharaan di kolam atau penangkaran.
Bagaimana caranya memanggil ikan-ikan itu?
Pemanggilan ikan-ikan itu diawali dengan tiupan peluit. Itu adalah tanda untuk ikan-ikan di laut lepas agar segera mendekat dan menepi. Rasanya tidak percaya, apakah ikan-ikan itu akan mendengar peluit dan segera datang? Namun kenyataannya ikan-ikan yang dipanggil tadi memang berdatangan setelah mendengar pluit yang dibunyikan.
Setelah itu, seorang pawang akan berkomunikasi kepada ikan-ikan itu dengan cara menepuk-nepuk di atas permukaan air. Ini menandakan bahwa di tempat tepukan itulah makanan akan diberikan.
Makanannya berupa sarang rayap
Makanan yang biasanya diberikan adalah sarang rayap yang dapat dengan mudah ditemukan di hutan. Karena tradisi ini sudah rutin dilakukan, ikan-ikan di wilayah perairan Desa Bakaro sudah tahu akan kebiasaan warga memberi makan.
Makanan yang berupa sarang rayap tadi dihancurkan menjadi ukuran yang lebih kecil. Setelah itu, remahan makanan disebar begitu saja di sekitar perairan tempat pemanggilan ikan tadi.
Kini menjadi pertunjukan yang menarik bagi wisatawan
Penulis | : | Yomi Hanna |
Editor | : | Vanda Parengkuan |
KOMENTAR