"Dia anak perempuan, sebaya denganmu. Dia tinggal di kompleks ini juga, di Jalan Radio. Kakek bertemu dia waktu jalan-jalan tadi pagi. Dia sering naik sepeda mini dan sering menyapa Kakek kalau bertemu. Tadi Kakek minta tolong padanya dan dia bersedia. Nanti sore dia akan datang!" demikian penjelasan Kakek.
"Syukurlah, Kek. Bukan Dora, Io, yang menolak membacakan berita untuk Kakek. Tapi, Kakek yang meminta anak itu. Eh, siapa namanya, Kek?" tanya Dora.
"Riani. Bagus, ya! Anaknya juga manis!" puji Kakek.
Dora tak menjawab. Dia pamit pada Kakek dan masuk ke dalam. Timbul perasaan iri di hatinya mendengar Kakek memuji Riani. "Ah, mungkin dia hanya sanggup bertugas satu dua hari, sudah itu dia juga akan merasa bosan," pikir Dora.
Sore harinya Riani datang dengan sepeda mininya. Kulitnya hitam, tetapi wajahnya manis. Kalau tertawa, ada lesung pipit di kedua pipinya. Dora diperkenalkan pada Riani, tetapi Dora tak banyak bicara. Dia lekas-lekas masuk kamar dengan alasan ingin membuat PR. Tetapi, diam-diam Dora memasang telinga.
Sesudah percakapan basa-basi, Riani mulai membacakan koran untuk Kakek. Suaranya jernih dan nadanya bagaikan penyiar televisi.
Hari demi hari berlalu. Mulanya Dora merasa senang karena dia tak usah melakukan tugas yang menjengkelkan tersebut. Dua minggu telah berlalu. Riani masih tetap melakukan tugasnya dengan semangat. Dora mulai kesal. Apalagi, Kakek dan Riani semakin akrab. Riani seolah-olah sudah menjadi cucu Kakek juga. Kalau Kakek beli roti untuk Dora, Riani dibelikan juga. Ketika Tante Enny pergi ke Bali dan Dora minta dibelikan daster, Kakek juga pesan sebuah untuk Riani.
Suatu hari Riani datang membawa kartu undangan. Mau tak mau Dora menjumpai Riani.
"Datang ya ke pesta ulang tahunku. Kamu dan Kakek akan kuperkenalkan pada orang tua dan kawan-kawanku. Keluarga kalian baik sekali padaku. Sungguh aku beruntung mendapat kesempatan membacakan koran untuk Kakek. Pengetahuan umumku bertambah dan aku bisa latihan membaca setiap hari. Sebetulnyaaku bercita-cita menjadi penyiar televisi," kata Riani sambil menyerahkan kartu undangan.
"Baiklah, kalau tak ada halangan kami akan datang!" jawab Kakek.
Dora masuk ke kamarnya dan termenung. Tugas yang menjengkelkan baginya ternyata merupakan tugas yang menguntungkan dan menyenangkan bagi Riani. Dora memang tak berniat menjadi penyiar televisi. Akan tetapi, apa salahnya jika dia menolong Kakek membaca dengan senang hati? Bukankah itu berarti pengetahuan umumnya akan bertambah? Dora juga merasa malu. Riani selalu ramah bahkan tadi mengatakan keluarga Dora berlaku baik padanya. Padahal, Dora menyimpan perasaan iri.
Malamnya Dora bertanya pada Kakek, "Kek, apakah aku boleh membacakan koran lagi untuk Kakek?"
Kakek tersenyurn dan berkata, "Tentu saja, Dora. Kakek pun rindu mendengar suaramu. Sebelum Riani bosan, baiklah dia bertugas seminggu tiga kali dan kamu pun begitu juga. Setuju?"
Dora mengangguk senang.
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Widya Suwarna.
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR