“Untuk tugas sekolah,” gumam Rudi. Suara Rudi seperti terisak.
Tidak seperti Runi, Rudi sangat jarang menangis. Rudi tidak akan menangis kalau jarinya digigit semut.
“Menangis itu tidak apa-apa, kok. Apalagi untuk membersihkan mata yang terkena lumpur,” ucap Bu Dini sambil memeluk Rudi.
“Iya, Ma. Mataku perih terkena lumpur,” gumam Rudi.
Mata Rudi kembali jernih setelah mengeluarkan air mata. Gantian Runi yang diam-diam menangis, padahal matanya tidak terkena lumpur. Runi segera menghentikan tangisnya saat ingat nanti malam mereka akan pergi bersama.
“Lihat! Itu ada jentik-jentik di air,” jerit Bu Dini sambil menunjuk kubangan air yang sekarang sudah kembali jernih.
“Ayo cepat kalian foto untuk tugas sekolah kalian,” usul Datuk.
Kedua anak itu dengan sigap bergerak untuk memotret. Runi segera mencari kamera yang tak sengaja dijatuhkannya. Rudi mengambil mangkok kaca untuk tempat jentik-jentik. Datuk dan Bu Dini turut membantu pemotretan itu.
“Nah, sudah selesai. Sekarang, kita kembalikan jentik-jentik ini,” gumam Rudi.
“Tidak boleh. Jentik-jentik itu harus dibuang. Kubangannya harus ditutup supaya tidak menjadi genangan lagi,” sahut Datuk.
“Iya benar. Jentik-jentik itu akan segera berubah menjadi nyamuk. Apakah kalian mau digigiti nyamuk?” timpal Bu Dini.
“Enggak mau!” jawab kedua saudara itu kompak.
Dengan dibantu oleh Bu Dini, kedua bersaudara itu menutup kubangan air. Mereka menimbunnya dengan tanah sampai tidak ada lagi genangan air yang tersisa. Setelah membersihkan diri, mereka segera bersiap-siap untuk pergi.
Bu Dini mengajak anak-anaknya berbelanja di supermarket. Setelah itu Bu Dini membawa kedua anak itu makan di restoran favorit mereka. Hari itu, Runi dan Rudi sangat senang. PR tentang serangga sudah dikerjakan, perut pun kenyang.
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Sylvana Hamaring Toemon.
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR