Sepulang sekolah, Runi dan Rudi segera berganti pakaian. Bu Runi berpesan, mereka harus segera mengerjakan PR dan menyelesaikannya sebelum malam. Malamnya, Bu Dini akan mengajak mereka berbelanja. Itu artinya mereka juga akan diajak makan malam di luar rumah.
“Runi, ayo kita mengerjakan PR,” ajak Rudi.
“PR yang tentang serangga, ya? Yuk,” sambut Runi.
“Bagaimana kalau kita ke kebun? Kita, kan, harus menangkap serangga,” usul Rudi.
“Ide yang bagus,” sahut Runi.
Tak lama kemudian, Runi sudah berlari ke kebun. Baru beberapa menit kemudian Rudi menyusul saudara kembarnya. Ia membawa alat tulis, kamera, kaca pembesar, dan senter.
“O iya, aku lupa membawa alat tulis. Hmmm, untuk apa bawa kaca pembesar dan senter?” tanya Runi bingung.
“Tentu saja untuk mencari serangga,” jawab Rudi.
Benar saja, kaca pembesar dan senter yang Rudi bawa sangat berguna untuk mencari serangga. Dengan alat-alat itu, Rudi menemukan banyak serangga. Serangga-serangga itu ada yang ditangkap, ada juga yang dipotret dari jauh. Melihat keberhasilan saudaranya, Runi meminjam kaca pembesar untuk mencari semut.
“Aaaaa! Tanganku digigit semuuut!” teriak Runi.
“Runi, ada apa?” tanya Rudi sambil mendekat.
Sebagian jari telunjuk Runi terlihat membengkak. Jari Runi digigit oleh semut rangrang saat ia mencoba menangkapnya. Rudi menjadi khawatir saudara kembarnya akan menangis. Sambil menepuk-nepuk pundak Runi, Rudi berkali-kali menghiburnya.
“Aku baik-baik saja, kok. Yuk, kita cari serangga lagi,” kata Runi seraya berdiri.
Rudi senang sekaligus heran melihat Runi tidak mengeluh atau menangis. Ia memandang wajah Runi dengan alis terangkat.
“Kalau nangis, nanti enggak diajak pergi,” gumam Runi malu-malu.
“Oooo… Pantas saja. Yuk, kita cari lagi,” ujar Rudi.
Mereka berdua melanjutkan tugas mencari serangga. Sepasang anak kembar itu mengendap-endap di kebun. Mereka senang sekali ketika melihat belalang dan kupu-kupu. Tak jauh dari tempat itu, Datuk duduk membaca di teras. Dari sudut matanya, Datuk melihat ada orang yang mengendap-endap di kebunnya. Penglihatan Datuk sudah tidak terlalu tajam. Datuk tidak tahu kalau itu adalah Runi dan Rudi.
“Heeei, siapa kalian?!” seru Datuk dengan suara menggelegar.
Runi dan Rudi sangat terkejut mendengarnya. Bruk! Runi menabrak Rudi yang berada di depannya. Tanpa sengaja mereka bertabrakan dan jatuh ke genangan air. Kamera yang dipegang Runi terpelanting dan jatuh di tempat kering. Tak lama kemudian, Datuk dan Bu Dini sudah berada di dekat anak-anak yang berlumuran lumpur itu.
“Runi? Rudi? Apa yang kalian lakukan di sana?” tanya Datuk.
“Da…da…tuk?” tanya Rudi sambil menggosok matanya yang terkena lumpur.
“Kami sedang mencari serangga,” jawab Runi mantap.
Datuk memandang kedua anak yang belepotan lumpur itu. Tak lama kemudian tawanya meledak.
“Huahahahaha… Mencari serangga? Untuk apa? Hahaha,” tanya Datuk sambil tertawa terbahak-bahak.
“Untuk tugas sekolah,” gumam Rudi. Suara Rudi seperti terisak.
Tidak seperti Runi, Rudi sangat jarang menangis. Rudi tidak akan menangis kalau jarinya digigit semut.
“Menangis itu tidak apa-apa, kok. Apalagi untuk membersihkan mata yang terkena lumpur,” ucap Bu Dini sambil memeluk Rudi.
“Iya, Ma. Mataku perih terkena lumpur,” gumam Rudi.
Mata Rudi kembali jernih setelah mengeluarkan air mata. Gantian Runi yang diam-diam menangis, padahal matanya tidak terkena lumpur. Runi segera menghentikan tangisnya saat ingat nanti malam mereka akan pergi bersama.
“Lihat! Itu ada jentik-jentik di air,” jerit Bu Dini sambil menunjuk kubangan air yang sekarang sudah kembali jernih.
“Ayo cepat kalian foto untuk tugas sekolah kalian,” usul Datuk.
Kedua anak itu dengan sigap bergerak untuk memotret. Runi segera mencari kamera yang tak sengaja dijatuhkannya. Rudi mengambil mangkok kaca untuk tempat jentik-jentik. Datuk dan Bu Dini turut membantu pemotretan itu.
“Nah, sudah selesai. Sekarang, kita kembalikan jentik-jentik ini,” gumam Rudi.
“Tidak boleh. Jentik-jentik itu harus dibuang. Kubangannya harus ditutup supaya tidak menjadi genangan lagi,” sahut Datuk.
“Iya benar. Jentik-jentik itu akan segera berubah menjadi nyamuk. Apakah kalian mau digigiti nyamuk?” timpal Bu Dini.
“Enggak mau!” jawab kedua saudara itu kompak.
Dengan dibantu oleh Bu Dini, kedua bersaudara itu menutup kubangan air. Mereka menimbunnya dengan tanah sampai tidak ada lagi genangan air yang tersisa. Setelah membersihkan diri, mereka segera bersiap-siap untuk pergi.
Bu Dini mengajak anak-anaknya berbelanja di supermarket. Setelah itu Bu Dini membawa kedua anak itu makan di restoran favorit mereka. Hari itu, Runi dan Rudi sangat senang. PR tentang serangga sudah dikerjakan, perut pun kenyang.
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Sylvana Hamaring Toemon.
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR