Pada hari Senin yang cerah ini, anak-anak di sekolah Runi dan Rudi berkumpul di lapangan. Mereka sedang mengikuti upacara. Upacara itu berlangsung khidmat sampai adanya pengumuman dari Kepala Sekolah.
“Sekolah kita akan mengikuti lomba antar sekolah. Setiap anak boleh memilih ikut lomba yang mana. Ada yang berkelompok, ada juga yang perorangan. Informasinya dapat kalian lihat di papan pengumuman sekolah,” kata Pak Kepala Sekolah.
Anak-anak itu langsung berbisik-bisik. Hampir semua anak ingin mengikuti lomba yang akan diadakan menjelang liburan kenaikan kelas itu. Walaupun masih berbulan-bulan lagi, mereka sudah sangat bersemangat.
Saat upacara dibubarkan, anak-anak itu langsung berkumpul di depan papan pengumuman. Ada beberapa macam lomba. Ada lomba sepeda hias, gerak jalan, atletik, menghias tumpeng, menulis cerita pendek, menyanyi, dan lain-lain. Ada juga pertandingan sepak bola, basket, dan voli.
“Bagaimana kalau kita ikut lomba menghias tumpeng?” usul Salsa.
“Hmmm,” gumam Runi ragu. Ia masih ingat tahun lalu ia pernah ikut lomba menghias tumpeng. Tim mereka tidak berhasil menang karena makanan yang seharusnya menjadi penghias tumpeng dimakan oleh Runi.
“Kalau aku, sih, inginnya ikut lomba menyanyi,” ujar Naura yang memang suka menyanyi dan bercita-cita menjadi penyanyi.
“Lihat! Lomba menghias sepeda boleh berkelompok. Kita berkelompok aja, yuk,” ajak Nia.
Runi langsung bersemangat mendengarnya, apalagi saat melihat gambar-gambar sepeda hias warna-warni itu. “Aku mau!” pekiknya.
Anak-anak lain pun bersemangat untuk ikut lomba sepeda hias. Mereka segera membentuk kelompok yang terdiri dari 8 orang. Runi dan Rudi bergabung dengan sahabat-sahabat mereka, yaitu Naura, Keyla, Nia, Salsa, Bayu, dan Amir.
“Kelompok kita sama seperti waktu membuat ide wirausaha di sekolah,” kata Amir.
“O iya, benar. Kali ini kita pasti makin kompak,” tanggap Runi riang.
Anak-anak itu bertambah semangat. Dengan riang mereka melompat-lompat membayangkan kekompakan mereka mengendarai sepeda hias warna-warni. Hanya Rudi yang diam termenung.
“Run! Runi!” panggil Rudi sambil mencolek saudara kembarnya itu. “Ssst… Kita, kan, belum bisa mengendarai sepeda,” bisik Rudi.
Runi langsung terdiam mendengarnya. Memang benar mereka berdua belum bisa mengendarai sepeda roda dua. Mereka hanya bisa mengendarai sepeda roda 3 yang biasanya untuk anak-anak balita. Runi dan Rudi tidak punya kesempatan belajar sepeda karena tidak ada tempat belajarnya. Dahulu mereka tinggal di apartemen di gedung yang tinggi. Taman di bagian bawah gedung itu dapat digunakan untuk berjalan kaki, namun tidak untuk bermain sepeda. Mereka berdua juga tidak memiliki sepeda.
“Kriiing!” terdengar bel berbunyi nyaring. Anak-anak berlarian masuk ke dalam kelas mereka untuk belajar.
Setiba di rumah, Runi masih memikirkan tentang lomba sepeda hias. Runi menjadi tidak bernafsu makan. Bu Dini sampai heran melihat anaknya.
“Ada apa, Runi? Kamu sedang memikirkan apa?” tanya Bu Dini lembut.
Runi segera bercerita tentang lomba sepeda yang ingin diikutinya bersama teman-teman. Rudi menambahi cerita itu sampai Bu Dini mengerti.
“Ooo… begitu. Sekarang ini kalian bisa belajar sepeda di halaman. Halaman rumah ini luas sekali, jalan setapaknya pun mulus. Nanti setelah makan, kita pilih-pilih sepeda, yuk. Mama akan membelikan kalian sepeda. Kalian boleh memilih sebuah sepeda untuk digunakan bersama,” ucap Bu Dini.
“Horeee!” seru Runi dan Rudi serempak.
Setelah makan, kedua anak itu segera mengambil komputer tablet. Dengan didampingi Bu Dini, mereka melihat-lihat aneka sepeda dari situs belanja daring. Runi menunjuk sebuah sepeda dengan keranjang cantik. Sepeda itu bergambar buah-buahan.
“Runi, sepeda ini, kan, buat kita bersama. Aku enggak mau yang itu. Masa keranjangnya ada pitanya,” ujar Rudi tak setuju.
Setelah berdebat cukup lama, akhirnya mereka sepakat untuk memilih sebuah sepeda berwarna perak mengkilap. Sepeda itu ukurannya pas untuk anak seusia Runi dan Rudi. Runi dan Rudi sama-sama menyukainya. Dalam hati kedua anak itu berdoa ingin memiliki sepeda masing-masing. Apakah keinginan mereka akan terkabul?
Bersambung
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Sylvana Hamaring Toemon.
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sylvana Toemon |
KOMENTAR