Alju adalah seekor anak domba kecil. Bulunya seputih salju. Ia suka sekali bermain di padang rumput. Setiap kali ia bermain, ibunya akan mengawasinya sambil merumput di padang rumput itu.
Di padang rumput, ada tiga kegiatan yang disukai Alju. Mengejar kupu-kupu, menangkap burung, atau mengenduskan hidungnya ke kelopak
kelopak bunga musim panas.
Pada saat bermain sendirian, Alju kadang berharap bisa hidup bebas. Kadang, ia tak ingin diawasi oleh ibunya. Ia ingin sendirian berlari ke hutan. Ia ingin tahu keadaan di hutan. Apakah ada tempat-temat ajaib di tengah hujan lebat?
“Sayang…, Ibu pasti tidak akan mengijinkan aku bermain ke hutan,” keluh Alju. Baru saja ia mengangkat wajahnya, tiba-tiba,
“Alju, kembali ke sini! Jangan dekat-dekat pagar pembatas!”
Alju menoleh ke arah ibunya yang melihatnya dengan khawatir. “Tuh, kan…” gumamnya kesal.
Suatu pagi, seperti biasa Alju bermain di padang rumput. Saat ia sedang mengendus-endus bunga, tiba-tiba ia melihat sesuatu yang bergerak-gerak di antara dedaunan pohon di hutan.
“Ada apa di balik pohon-pohon hijau lebat di hutan itu? Apakah ada hewan-hewan misterius di sana? Seperti apa bentuk mereka?” Alju mengendus-endus melalui celah di pagar pembatas. Ia bisa mencium aroma buah-buah pohon pinus.
Tiba-tiba, “Alju, kembali ke sini! Jangan dekat-dekat pagar pembatas!” terdengar teriakan ibu Alju, seperti biasa kalau Alju mendekat ke pagar.
Alju menghembus napas kecewa. Ia melangkah lunglai mendekat ke ibunya lagi. Namun di dalam hati, Alju merencanakan petualangan besar di hutan suatu hari nanti.
Musim pun berganti musim. Kini musim gugur tiba lagi. Dedaunan kuning dan jingga berjatuhan dari pohon-pohon besar di hutan. Sekarang tubuh Alju sudah lebih besar. Ia menatap kagum pada daun-daun yang berguguran di tepi hutan. Alju hanya bisa melihatnya dari balik pagar pembatas.
“Aku sudah lebih besar sekarang. Oh, andai saja Ibu mengijinkan aku pergi.
Aku ingin melihat banyak hal. Aku ingin punya petualangan seru. Sayang, Ibu selalu melarang…” gumam Alju. Walau Alju merasa sudah besar, namun ibunya masih belum mengijinkan ia pergi ke hutan sendirian.
Suatu malam, Alju menyelinap nyaman di antara bulu-bulu hangat ibunya. Ia menutup matanya dan membayangkan petualangannya di hutan besar. Alju berencana untuk menyusup dari bawah pagar pembatas. Di saat ibunya sarapan rumput segar, ia akan berlari secepatnya masuk ke dalam hutan.
Pagi hari pun tiba. Alju memberanikan diri lari dan masuk ke dalam hutan. Suasana di dalam hutan, betul-betul membuat Alju berdebar. Ia melihat jamur-jamur putih berhamparan di bawah pohon. Alju melompat-lompat di antara jamur-jamur itu. Ia juga mencoba meluncur di lumut hijau tebal yang licin.
Tak jauh dari tempat itu, Alju melihat beberapa seekor hewan berbulu putih dengan ekor bulat. Ia juga melihat hewan kecil berduri halus. Tubuhnya kadang bergelung seperti bola duri. Mereka berguling-guling di daun-daun kering yang berserakan di tanah hutan.
Alju berkenalan dengan mereka. Ia baru tahu, kalau mereka adalah kelinci dan hedgehog. Mereka mengajak Alju ikut berguling-guling di dedaunan kering itu.
“Asiiik… “ seru Alju girang.
Ketika senja tiba, Alju mulai kelelahan. Ia beristirahat di bawah pohon. Kelinci tadi berlari pulang dan meninggalkan Alju. Hedgehoge lucu tadi juga pamitan untuk masuk kembali ke sarangnya. Alju kini sendirian. Ia mulai merasa dingin dan lapar.
“Ternyata, bebas itu tidak enak juga. Aku mengantuk. Aku ingin tidur di antara bulu-bulu Ibu yang hangat,” gumam Alju dengan mata berkaca-kaca.
Kini, ia harus menemukan jalan pulang ke padang rumput hijau. Namun kini berada di antara semak-semak tinggi. Ia melihat ke sekeliling, dan tidak tahu berada di mana. Di hutan, semua pohon tampak sama. Ia tak tahu harus melangkah ke kiri atau kanan. Ke depan, atau ke belakang.
“Baaa… baaa… Ibuuu, Ibu dimana? Bu, tolong jemput aku. Baaa… Baaa…” Alju mulai mengembik memanggil ibunya.
Alju berjalan tak tentu arah dan mengendus-endus. Tiba-tiba, ia melihat sepasang sepatu but di depannya. Lalu terdengar suara keras,
“Hei, ada domba asing! Dari mana kamu? Berani-beraninya masuk ke hutanku!”
Alju mendongak. Di depannya, berdiri raksasa seram. Rupanya ia pemilik hutan itu.
“Maafkan aku, Tuan Raksasa. Hutanmu sangat indah. Aku tidak tahan ingin bermain ke sini…” kata Alju gemetaran takut.
“Aku akan menghukummu. Aku akan lempar kamu ke awan!” teriak raksasa itu. Ia lalu menggembungkan pipinya dan meniup Alju sekuat tenaga.
“FUUUH…”
Alju sangat terkejut ketika tubuhnya melayang tinggi ke angkasa. Tak lama kemudian, ia sudah berada di langit biru. Tubuhnya tertiup angin sampai ke atas padang rumput. Ia sangat kesepian dan tidak bahagia. Alju menengok ke bawah. Ia melihat ibunya yang cantik sangat jauh di bawah sana.
“Ibuuu…” teriak Alju memanggil ibunya. Namun, ibunya tak bisa mendengar suaranya.
Alju si domba kecil menangis sedih. Ia menangis dan terus menangis. Karena ia terus menangis, bulu-bulunya makin lama makin menciut. Tubuhnya kini menjadi sangat kecil, dan kecil, dan kecil…
Tiba tiba, tubuh Alju tersentak. Ia terbangun dari mimpi buruknya. Ternyata, ia masih berada di pelukan ibunya yang hangat. Hari masih malam. Oh, Alju menghembuskan napas lega. Matanya lalu menjadi berat lagi dan ia tertidur nyenyak lagi. Di dalam tidur, ia mengigau…
“Awan di langit, rumput di bumi. Aku Iebih suka menjadi anak domba, di dalam pelukan Ibu…”
Ibunya tersenyum mendengar igauan Alju.
Lihat juga video ini, yuk!
Penulis | : | Dokumentasi Bobo |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR