Satu tahun kemudian, ia berhasil mengembangkan kodenya sendiri yang ia pikir lebih baik dan mudah dipelajari dibanding kode Barbier.
Pada Oktober 1824, ketika Louis baru berusia 15 tahun, ia sudah meningkatkan sistem kodenya sehingga bisa digunakan secara efektif.
Metodenya menggunakan kombinasi titik timbul yang mewakili huruf alfabet yang sederhana, bukan suara.
Kode Braille menggunakan lebih sedikit titik, membuatnya lebih mudah dipelajari dan membuat titik lebih cepat dibaca.
Melalui metode ini, penyandang tunanetra dapat belajar mengeja dan membaca huruf yang sama dengan orang yang dapat melihat.
Pengakuan Huruf Braille
Huruf yang terdiri dari 6 titik ini segera diterima oleh banyak siswa tunanetra lain di sekolah. Sayangnya, banyak guru yang tidak setuju.
Akhirnya, para siswa menghubungi pemerintah Prancis, meminta untuk mengakui huruf Braille sebagai sistem baca resmi penyandang tunanetra.
Sayangnya, saat itu lembaga maupun pemerintah nasional tidak terlalu antusias dengan inovasi Braille.
Di tengah perjuangannya, Louis Braille terkena penyakit tuberkolosis dan menyebabkan ia meninggal pada 6 Januari 1852.
Pada tahun 1854, dua tahun setelah kematiannya, pemerintah Prancis akhirnya menyetujui sistem titik timbul atau huruf Braille ini.
Baca Juga: Teman-Teman Tunanetra Dapat Membaca Banyak Buku di Pojok Braille Ini