Tuan Cacing yang baik hati juga mampir dan membantu sedikit menggemburkan tanah di sekitar benih kecil itu, membuat ia bisa bernapas lebih lega. Ah, semua itu membuat Maja bertekad untuk terus tumbuh dan tumbuh.
Namun, betapa susahnya! Alam tahun itu amat tidak bersahabat. Musim hujan itu hawanya dingiiiiin sekali. Tuan Cacing tidak pernah lagi berkunjung.
Ia meringkuk di dalam lubangnya. Paman Jagung, Bibi Ubi, dan Kakek Wortel berusaha bertahan, tetapi akhirnya mereka pun menghembuskan nafas terakhir.
Mereka berpesan kepada Maja untuk terus bertahan. Maka Maja kecil harus bertahan sendirian dalam kesepian.
Akhirnya musim hujan berhenti. Maja senang sekali mendapati dirinya mulai bertunas. Lalu, musim panas tiba, tetapi ooh… hawanya panaaaas sekali. Tanah di sekitar benih mungil itu tidak subur sama sekali. Kering, meranggas, meretak, dan seperti berkapur.
Namun, Maja terus berusaha bertahan. Diaturnya pasokan makanan yang hanya sedikit itu agar tunasnya bisa bertahan hidup dan bertumbuh tinggi dan tinggi menembus tanah.
Saat akhirnya Maja menembus tanah, semilir angin membelainya. Dunia memang seindah yang diceritakan teman-temannya dulu. Langit indah membiru. Awan putih menggumpal. Dan cahaya keemasan matahari meneranginya. Tanpa terasa air matanya menetes penuh haru.
“Piap piap…” Seekor burung kecil hinggap dan berkicau di sampingnya. Maja itu merasa hatinya hangat. Ia dan burung kecil itu segera bersahabat. Hari itu semuanya begitu indah dan menyenangkan.
Akhirnya, tahun-tahun berlalu, iklim-iklim sulit berhasil dilaluinya. Tiba-tiba didapatinya dirinya mulai berbuah! Maja kecil yang kini sudah besar itu semakin giat menyalurkan makanan ke buahnya.
Ia sangat berharap buahnya yang manis akan disukai manusia dan memberi kekuatan kepada mereka untuk menjaga bumi.
Namun, huhuhu… sedihnya… ia mendengar orang-orang menyebutnya Majapahit. Kabarnya karena salah satu prajurit Majapahit memakan buah maja dan bilang kalau rasa buah maja itu pahit! Betapa inginnya ia berteriak kepada mereka bahwa prajurit itu memakan buah maja yang belum masak.
Baca Juga: Dongeng Anak: Siluman Sungai dan Jembatan #MendongenguntukCerdas