Penutup kepala yang sering disebut dengan blangkon ini merupakan bagian dari pakaian tradisional Jawa. Pakaian tradisional bermotif batik ini biasanya dipakai oleh pria.
Berasal dari Sorban
Ada yang mengatakan blangkon tercipta karena pengaruh dari budaya Hindu dan Islam. Para pedagang Gujarat keturunan Arab yang beragama Islam masuk ke Indonesia. Mereka sering menggunakan sorban, kain panjang yang dililitkan di kepala sebagai penutup kepalanya. Hal ini kemudian menginspirasi orang Jawa pada waktu itu untuk menggunakan kain ikat di kepalanya.
Blangkon Siap Pakai
Sejak adanya berbagai cerita seputar kain ikat tersebut, masyarakat Jawa khususnya yang pria, menjadi sering menggunakannya. Dulu bentuk blangkon tidak bulat dan mudah digunakan seperti saat ini.
Bermula dari sebuah kain ikat yang berbentuk persegi empat berukuran 105 cm x 105 cm, kain ini dilipat dua menjadi bentuk segitiga yang kemudian dililitkan di kepala.
Pada masa itu, penggunaan kain ikat ini dirasa sulit dan cukup memakan waktu. Sehingga seiring berjalannya waktu, akhirnya hadirlah blangkon seperti yang ada saat ini. Dengan kata lain, blangkon sebagai penutup kepala yang praktis adalah hasil dari penyempurnaan kain ikat.
Nama blangkon berasal dari kata blangko. Bagi masyarakat Jawa, blangko artinya siap pakai.
Mondolan dan Trepes
Blangkon terdiri dari dua jenis dilihat dari bentuknya, yaitu blangkon yang memiliki mondolan atau tonjolan dan blangkon yang trepes atau rata.
Blangkon dengan mondolan mencirikan model rambut pria pada masa dulu, yang panjang dan digelung di belakang kepala sehingga terlihat menonjol.
Sedangkan blangkon model trepes adalah modifikasi blangkon yang bentuknya disesuaikan dengan rambut pria saat ini yang kebanyakan berambut pendek dan terlihat rata di bagian belakang.
Foto : wacana.co dan fototrenindonesia.com