Di dalam mobil mewah yang ber-AC Airin duduk diam. Pak Hamid sopir Ayah, menyetir mobil dengan hati-hati di keramaian lalu lintas siang itu. Airin tengah termenung. Selama ini, ia menganggap dirinya hebat karena ketika mendapat rapor cawu, ia menduduki rangking kedua. Akan tetapi, pagi tadi ia ditertawakan oleh kawan-kawannya. Sekarang, ia merasa dirinya bodoh dibandingkan dengan kawan-kawan sekelasnya.
Tadi Ibu Guru mengumumkan bahwa mereka akan mulai latihan memasak untuk ujian PKK. Ibu Guru membagi anak-anak kelas Vl-B menjadi beberapa kelompok. Mereka akan latihan memasak ayam opor, mi goreng, asinan, dan puding. Mereka juga sekalian latihan menata meja. Nah, waktu istirahat pertama setiap kelompok berkumpul membicarakan rencana itu.
Mimi, Ketua kelompok Airin, berkata, "Kelompok kita harus berusaha jadi kelompok terbaik dan mendapat angka tertinggi. Harap masing-masing menyumbangkan pikiran!"
"Ibuku punya tempat sup yang bagus dan piring oval. Nanti waktu ujian aku akan membawanya!" kata Lusi.
"Aku bisa membawa bunga dengan vasnya!" kata Ria.
"Dan aku sudah latihan membuat puding di rumah!"
"Bagus. Bagaimana kalau kita minta Airin membawa taplak meja, piring, dan gelas untuk menata meja? Kurasa Airin punya peralatan yang bagus-bagus di rumah!" kata Mimi kemudian.
"Boleh saja!" jawab Airin. "Hanya aku tidak tahu mana yang dianggap bagus. Kami punya beberapa set taplak meja lengkap dengan alas piring, serbet, dan tempat tisu. Juga ada piring makan yang berbunga, bergambar pemandangan atau berhias motif seperti batik di tepinya. Kalian datang saja ke rumahku dan pilih sendiri!"
"Siplah kalau begitu!" kata Doni.
"Anak laki-laki tak perlu bawa macam-macam. Nanti waktu mencicipi masakan, baru kami yang coba lebih dulu!"
"Huuuh, enaknya! Anak laki-laki pun harus bawa perlengkapan. Doni harus bawa kompor untuk memasak!" kata Mimi.
"Tidak, ah! Di rumahku kompornya sudah jelek. Lebih baik aku bawa lumpang dengan anaknya! Ibuku punya lumpang kuno. Batunya bagus!" bantah Doni.
"Lumpang itu apa, sih? Kok, ada anaknya segala?" tanya Airin. Anak-anak di kelompok Airin tertawa geli.
"Gawat, gawat! Aku saja yang laki-laki tahu apa itu lumpang. Ketahuan, nih, Airin tidak pernah masuk ke dapur!" kata Rori.
"Sudah, sudah! Untuk apa Airin masuk ke dapur. Dia punya banyak koki dan pembantu!" Mimi berusaha menjernihkan suasana karena dilihatnya wajah Airin memerah.
"Hai, kalian tahu tidak? Kita tidak boleh masak nasi dengan rice cooker. Harus dengan dandang!" Lusi memberi tahu.
"Tidak boleh pakai rice cooker?Jadi, masak nasinya dengan panci di atas kompor gas?" tanya Airin lagi.
"Dandang, ya, dandang. Panci, ya, panci. Tidak sama, Io, panci dengan dandang. Kompornya tidak perlu gas, kompor minyak tanah pun boleh!" Lusi menjelaskan.
Airin bingung. Seperti apa, ya, dandang? la tidak tahu bentuk dandang tetapi takut ditertawakan kalau ia bertanya. Tiba-tiba Airin teringat sesuatu. Tante Neti, koki di rumahnya, punya langganan tukang ayam. Kata Tante Neti, orang itu selalu menjual daging ayam yang segar dan bagus. Masakan ayam bisa lezat kalau daging ayamnya segar.
"Aku tahu tempat membeli ayam yang segar dan bagus untuk asinan. lya, biar asianannya enak," ujar Airin.
Di luar dugaan, teman-temannya tertawa gelak-gelak. Airin heran. Ada apa lagi?
"Asinan itu tidak pakai ayam. Asinan adalah sayur-sayuran mentah yang diberi cabai, cuka, dan ebi. Rasanya harus asin, asam, dan manis!" Mimi menjelaskan.
"Dasar anak konglomerat! Tidak tahu apa itu asinan!" kata Doni. Dan teman-temannya pun tertawa lagi.
Untunglah bel masuk berbunyi. Namun, perasaan Airin masih tidak enak. Rasanya kesal sekali. Bahkan ebi pun ia tak tahu. Sambil menuju ke kelas, Airin berkata jengkel, "Memang, aku bodoh! Aku tidak pandai seperti kalian. Ebi pun aku tak tahu!"
"Sudahlah! Itu karena kamu belum tahu istilah saja. Ebi itu udang kering. Nah, sekarang kamu tahu, kan?" Mimi berusaha menghibur.
Selama di mobil Airin masih merasa tidak enak. Kata Ayah dan Ibu, kalau ada masalah harus diselesaikan. Kebetulan, hari ini ia pulang hanya berdua dengan Pak Hamid. Adiknya, Tirza, dijemput Nenek karena akan pergi ke tempat penjahit. Dan Yakub, adiknya yang kelas 4, ada acara di rumah kawannya. Jadi Airin tidak diganggu kedua adiknya. Dan di mobil ada telepon mobil. Ya, ia bisa menelepon Ibu. Ibu dan ayah Airin memang pengusaha besar yang sibuk. Airin dan adik-adiknya bisa menelepon mereka di kantor bila perlu.
Airin cepat menelepon ibunya dan bercerita,".... Airin ditertawakan karena tidak tahu lumpang, dandang, dan ebi...!"
"Itu bukan salahmu, Airin. Ibu yang lupa mengajarkan kamu hal-hal itu. Begini saja! Nanti Ibu menelepon Tante Neti biar dia mengajarkan kamu tentang barang-barang di dapur. Juga tentang hal-hal yang berkaitan dengan tugas memasak kelompokmu. Setiba di rumah suruh Pak Hamid bawa mobil ke kantor. Nanti pukul lima kamu akan dijemput Pak Hamid. Lalu, kamu pergi bersama satpam dan Mbak Murni dari kantor Ibu ke rumah Mbak Murni. Kamu bisa melihat peralatan masak yang sederhana, seperti dandang dan kompor minyak tanah, dan Iain-Iain. Kamu bisa bertanya dan mencatat apa-apa yang penting ...." demikian jawab Ibu.
Airin lega sekarang. Besok ia tidak akan ditertawakan lagi. Tetapi, satu hal yang penting! Sekarang Airin tidak merasa dirinya hebat. Rupanya masih banyak hal yang perlu dipelajarinya.
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Widya Suwarna