Bermain Tamu-Tamuan

By Sylvana Toemon, Jumat, 4 Mei 2018 | 05:00 WIB
Bermain Tamu Tamuan (Sylvana Toemon)

Jeni anak pemalu. Jika ada tamu yang mengetuk pintu rumahnya, ia tidak mau membukakan pintu. la lari masuk ke kamar. Suatu hari, Jeni terpaksa harus membuka pintu karena Mama sedang masak. Jeni mengintip dulu dari jendela, seperti kebiasaan Mama. Ternyata, yang datang Tante Elvi, sahabat Mama. Jeni segera membuka pintu.

"Mama ada, Jen?" tanya Tante Elvi ramah.

Jeni mengangguk lalu langsung lari ke dapur memanggil Mama. Karena gugup, ia lupa mempersilakan Tante Elvi duduk. Akibatnya Jeni kena marah Mama. Jeni sebenarnya bukan anak yang tidak sopan. Tetapi, ia sering gugup jika berhadapan dengan tamu. Jika diajak bercakap, Jeni sering menjadi panik. Tenggorokannya seperti tercekik dan suaranya tidak bisa keluar.

"Apa yang harus kulakukan?" tanya Jeni pada Abi, Maria dan Yati pada suatu hari.

Jeni tahu persis, ketiga temannya itu tak seperti dirinya. Mereka pandai menerima tamu. Mereka bisa berbicara dengan anak sebaya maupun dengan orang dewasa.

"Hmm, aku ada akal!" kata Abi kemudian. la lalu mengajak Jeni, Maria dan Yati bermain di rumahnya. Sore harinya, ketiga anak itu datang ke rumah Abi.

"Selamat sore ibu-ibu. Mari, silakan duduk!" sapa Abi sopan. Sehelai tikar sudah digelar di halaman rumah Abi.

Empat gelas limun dan sepiring kue apem tersedia di atasnya. Mereka berempat lalu duduk di tikar itu. Abi, Maria dan Yati sering bermain tamu-tamuan  seperti itu. Tetapi, Jeni tidak pernah. Mula-mula Jeni bingung, mau apakah mereka? Setelah dijelaskan, Jeni baru mengerti.

"Ibu Yati, bagaimana putra bungsu Ibu? Masih sering memanjat pohon mangga?" Maria memulai percakapan, seolah-olah ia seorang ibu.

"Masih! Anak itu belum jera rupanya, walaupun pernah jatuh dari pohon!" jawab Yati serius.

"Ibu Jeni, kenapa tidak datang arisan kemarin?" tanya Abi.

"Eh ... emm ...." sahut Jeni gugup. la merasa bingung, lucu, dan konyol.... Tetapi Abi, Maria dan Yati terus mengobrol serius. Sekali-sekali mereka bertanya pada Jeni. Akhirnya Jeni mulai terbiasa. la pun mulai asyik bercakap-cakap.

"Putra-putri Ibu Jeni ada berapa, ya?" tanya Maria.

 "Satu putra dan satu putri. Kami, kan, keluarga catur warga. Lagi pula banyak anak repot. Mereka lari sana... lari sini... seperti kelinci!" gurau Jeni.

Keempat temannya tertawa terbahak-bahak. Jeni merasa sangat bahagia. Ternyata, ia juga bisa bercakap-cakap dengan lancar. Tenggorokannya tidak lagi seperti tercekik.

Waktu Tante Elvi datang lagi, Jeni menyambutnya dengan ramah.

"Tante Elvi mau minum teh atau kopi?" tanya Jeni ramah.

"Eh ... mm, teh saja, Jen ...." Tante Elvi heran sekali melihat keramahan Jeni. Mama juga kagum ketika Jeni membawa dua cangkir teh ke ruang tamu tanpa rasa canggung.

"Aduh pintarnya anak Mama!" puji Mama. Jeni tersipu-sipu malu.

Dalam hati, Jeni sangat berterima kasih pada ketiga temannya yang mengajarinya lewat bermain tamu-tamuan.

Sumber: Arsip Bobo. Cerita: V. Parengkuan.