Begitu tiba di rumah, tas sekolah langsung kulempar ke kursi. Huh ... hari ini Pak Adam tnenjengkelkan sekali. Tadi aku dihukum karena tidak membuat PR. Aku disuruh berdiri di pojok muka kelas. Kaki diangkat sebelah, tangan kiri memegang telinga kanan, tangan kanan memegang telinga kiri. Teman-teman sekelas menertawakan aku. Aduh, malunya! Didut juga ikut-ikutan menertawakan aku. Padahal dia teman akrabku. Tadi, waktu keluar kelas, kucegat dia.
“Kenapa kau ikut-ikutan menertawakan aku, Dut?!" bentakku.
"Habis, gayamu lucu, sih! Seperti bangau yang sedang mengincar katak! Ha ... ha ... ha ...." jawab Didut sambil tertawa.
Hampir kutinju mukanya, tetapi Didut sudah lari dengan cepat. Huh ... panas hatiku, kalau ingat lelucon Didut tadi. Awas anak itu! Aku tak akan berteman lagi dengannya.
Setelah makan siang, Mama menyuruhku tidur siang. Sebenarnya, aku sama sekali tidak mengantuk. Aku masih ingin main perang-perangan. Tetapi, lebih baik kuturuti saja nasihat Mama. Daripada kupingku copot karena jewer!
Di kamar aku berbaring dengan kesal. Hari ini ada dua orang yang membuat aku jengkel. Pak Adam dan Didut! Huh ... kutinju gulingku. Tak lama kemudian, aku tertidur. Eh ... tiba-tiba aku berada di sebuah padang rumput yang luas sekali. Wah, rupanya aku sedang mimpi! Aku mimpi menjadi seorang jenderal, menunggangi kuda hitam. Aku memimpin sepasukan serdadu berkuda. Aku dan pasukanku memakai seragam dan topi yang sama, tetapi, seragamku sedikit berbeda. Di pundak ada tanda pangkat. Tanda penghargaan berderet di selendang yang melintang di dadaku. Pokoknya, aku gagah sekali.
Eh ... tetapi aneh. Aku dan pasukanku tidak membawa senjata. Masing-masing Cuma membawa sekeranjang tomat. Hi... hi... hi ...
"Jendral, kelihatannya mereka sudah siap untuk perang tomat," bisik anak buahku.
"Hah! Mereka siapa?" tanyaku bingung.
"Mereka itu!" jawab anak buahku.
la menunjuk ke depan. Astaga! Orang orang Indian?! Aku kok tidak melihat mereka tadi! Heh, mereka juga masing-masing membawa sekeranjang tomat. Ketua suku Indian itu berada paling depan. Kudanya berwarna putih. Ikat kepalanya terbuat dari bulu-bulu putih panjang. Kulihat mereka dengan teropong, agar bisa melihat wajah mereka dengan jelas. Hah! Ya ampun! Pak Adam?! Astaga! Ternyata ketua suku Indian itu, Pak Adam. Walau mukanya coreng-moreng, aku masih bisa mengenalinya.
"Pasukan, ayo serang!" teriakku. Perang buah tomat pun dimulai. Pasukanku mulai melempar tomat-tomat ke arah gerombolan Indian. Gerombolan itu mundur sedikit. Pasukanku makin semangat melempar tomat. Hi..hi..hi… Lucu sekali! Pak Adam kewalahan, karena tomat-tomat bersliweran di sekitarnya.
Tapi.., wah, gerombolan Indian mulai membalas! Mereka pun mulai melemparkan tomat-tomat. Ceproot! Aduh! Tiba-tiba sebuah tomat mengenai mukaku. Proot! Proot! Wah.., hidungku, kepalaku, bajuku, semua kena tomat.
"Pasukan.., maju! Ayo serang lagi!" teriakku marah.. "Ayo... maju..maju-..maju..!!." "Bangun, bangun! Ayo bangun!" samar-samar terdengar suara Mama.
"Ayo bangun! Sore-sore, kok, mimpi. Ayo! Mama bikin pisang goreng, Io," bujuk Mama.
Huaahh! Uh... Mama kok mengacaukan mimpiku. Padahal tadi sedang seru-serunya. Orang tua memang suka aneh-aneh. Tadi disuruh tidur. Sekarang, sedang enak-enak tidur, eh dipaksa bangun! Aneh memang!Dengan kesal, aku bangun, mengambil handuk, lalu mandi.
Malamnya, Mama menyuruhku membuat PR. Huh! Lagi-lagi PR. Yang paling kubenci di dunia ini ialah PR. Terutama PR matematika! Angka.., angka.., semua angka! Pusing! Buku cetak matematika kubuka dengan malas. PR-nya ada di halaman 56. Nomor satu sampai nomor limabelas. Aduh, banyak sekali! Lagipula, sulit-sulit! Hmm, lebih baik tanya pada Kak Ana. Buku matematika lalu kubawa ke kamar Kak Ana.
"Kak, PR-ku susah sekali. Kasih tahu isinya dong," rengekku.
"Sudah coba dikerjakan?" tanya kakakku. Aku menggeleng.
"Baru melihat saja, aku sudah pusing.Apalagi kalau mengerjakan. Bisa rontok rambutku!" alasanku.
"Huuu, dasar pemalas! Ayo, coba dulu kerjakan sendiri. Kalau benar-benar tidak bisa, baru Kakak bantu," ujar kakakku.
Huh, pelitnya! Eh..! Aku baru perhatikan. Di dinding kamar kakakku ada poster baru. Bergambar seorang anak laki-laki yang sedang jongkok. Anak itu sedang menggambar sesuatu di lantai. Kudekati gambar itu dan kuperhatikan baik-baik. Ternyata anak itu sedang menggambar segitiga-segitiga.
"Kak, ini gambar siapa?" tanyaku.
"Gambar Blaise Pascal," jawab Kakak.
"Blaise Pascal itu siapa?" aku jadi penasaran.
Kak Ana lalu menjelaskan, siapa Blaise Pascal itu. Kata Kak Ana,Blaise Pascal itu ahli matematika. La sudah tertarik pada matematika ketika berumur tujuh tahun. Blaise Pascal adalah anak yang jenius. Jenius artinya, pintaaaar ... sekali. Waktu berumur dua belas tahun, ia menemukan sebuah misteri segitiga. Wah, asyik juga ya! Ternyata pelajaran matematika pun mempunyai misteri-misteri. Seperti film Hunter, ya!
"Kak, di dalam segitiga ada misteri apa, sih?" tanyaku pada Kak Ana.
"Wah, kalau Kakak jelaskan sekarang,kamu pasti tidak mengerti," ucap kakakku. Huh, Kakak memang pelit!
"Misteri segitiga Blaise Pascal, akan diajarkan di SMP. Nah, sekarang, Kakak punya beberapa misteri untukmu. Kakak yakin, kamu bisa memecahkannya!"
"Misteri apa, Kak?" tanyaku bersemangat .
"Misterinya ... ya PR kamu itu!" jawab Kakak.
"Lo, kok begitu?" aku bingung.
"Jawaban dari soal PR-mu, bisa disebut misteri. Sebab kamu belum tahu isinya, kan?! Coba, Kakak mau lihat. Bisa tidak kamu pecahkan misteriPR matematikamu," tantang Kak Ana.
Wah, betul juga, ya! Misteri PR matematikaku!
"Aku pasti bisa, Kak!" jawabku, lalu lari ke kamarku.
Aduh, aku jadi tidak sabaran, ingin memecahkan misteri PR-ku. Dengan cermat, kubaca soal nomor satu. Hmm, sulit juga! Tetapi aku tidak boleh putus asa. Kubaca lagi soal itu pelan-pelan. Kuhitung berulang-ulang di kertas buram. Ha ... ha ... ha ...gampang rupanya. Aku kurang teliti tadi. Misteri kedua dan selanjutnya, kuteliti dengan hati-hati. Tanpa terasa, sudah sepuluh nomor terselesaikan. Ha ... ha ... ha ... jenius juga aku! Eh ... jangan sombong dulu! Masih ada lima soal lagi. Wah! Lima soal terakhir ini membuat keningku berkerut-kerut. Sulitnyaminta ampun. Tetapi aku tidak boleh kalah dengan Blaise Pascal. Dan ... huih! Akhirnya selesai juga. Cepat-cepat aku kembali ke kamar Kak Ana. Buku PR-ku tak lupa kubawa.
"He ... he ... he, sudah beres, Kak!" kataku dengan bangga. Kak Ana memeriksa dengan teliti semua soal yang kukerjakan.
"Wah, hebat, hebat!" puji Kak Ana. Kak Ana lalu berjalan mendekati poster Blaise Pascal. Dengan hati-hati, ia mencopot poster itu. Kemudian keluar kamar, melangkah menuju kamarku.Aku bingung. Apa yang akan Kak Ana lakukan? Supaya tidak bingung, kuikuti saja ke mana ia pergi. Tak lama kemudian, poster BlaisePascal sudah tertempel di dinding kamarku.
"Nah, poster ini untukmu. Supaya kamu rajin memecahkan misteri. Seperti Blaise Pascal!" ujar kakakku.
“Terima kasih, Kak!" ucapku terharu. Kucium pipi Kak Ana. Ah, ternyata Kak Ana tidak pelit kok!
Malam harinya, aku tidur nyenyakdan bermimpi. Di dalam mimpi, aku sedang duduk di bawah pohon yang rindang. Aku berkostum seorang jenderal, seperti mimpi tadi siang. Di sebelahku,duduk seorang kepala suku Indian. Ternyata kepala suku Indian itu Pak Adam! Juga seperti mimpiku tadi siang. Tetapi bedanya, kami cuma berdua. Tidak ada anak buah sama sekali. Kami juga tidak perang tomat. Melainkan, sedang membahas soal-soal matematika dengan tenang. Eh ...tak lama kemudian Didut datang. La membawa baki yang berisi dua gelas jus tomat. Katanya, jus itu untuk Jenderal dan Kepala Suku Indian. Untuk para ahli matematika. Hi ... hi ... hi .... Mimpi yang indah!!
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: V. Parengkuan.