Ada Maaf Dalam Persahabatan 3

By Sylvana Toemon, Jumat, 23 Maret 2018 | 10:00 WIB
Ada Maaf dalam Persahabatan (3) (Sylvana Toemon)

Cerita sebelumnya klik di sini.

Joy masih diam. Oh, betapa ia bersahabat kembali dengan Jenny. Menikmati hari-hari yang ceria seperti dulu. Tapi, mungkinkah itu? Karena belum juga dijawab, Rut berkata lagi, "Boleh kan, Joy? Kamu mau kan, menolongku?"

Joy tersentak dari lamunannya."Eh, oh,... ya boleh saja. Tapi kamu catatnya di rumahku saja. Jangan dibawa pulang!" Maka Rut pun mulai mencatat pelajaran yang ketinggalan.

Sementara itu, Joy melamun walaupun di depannya ada buku IPS yang sedang dipelajarinya. Benarkah Jenny masih merindukan persahabatan dengan Joy? Benarkah ia merasa bersalah? Tapi, mengapa ia tidak berusaha mendekati Joy lagi? Dan Joy sendiri, apakah ia tidak bersalah? Waktu itu Jenny sudah menyesal dan mau menjelaskan pada Bu Diah waktu istirahat, tapi Joy yang tidak mau dan marah.

Kemudian Joy mengajarkan Rut matematika. la menjelaskan dengan sabar, bahkan sampai Rut benar-benar mengerti. "Oh, Joy, terima kasih banyak. Kamu lebih jelas menerangkannya daripada guru!" Rut memuji.

"Ah, kamu terlalu memuji. Ayo, kita lihat lagi soal lainnya!" kata Joy dengan semangat. Suatu  kehangatan dan kegembiraan memenuhi hatinya. Sudah lama hal ini tak dirasakannya. Ya, sudah kira-kira dua bulan, sejak persahabatannya putus, dan ia tidak bergaul dengan siapa-siapa.

Dulu ia dan Jenny selalu ceria, ramah terhadap kawan-kawan, satu sama lain saling menolong, saling memuji dan saling menghibur. Setelah selesai, Rut berjanji esok akan datang lagi. Ketika itulah ibu Joy pulang dengan membawa banyak belanjaan.

"Oh, ada tamu? Bagaimana kabarnya, Rut? Sudah sembuh?" tanya ibu Joy.

"Ya, terima kasih, Tante. Kata Dokter seminggu lagi boleh sekolah. Biar bekasnya bersih dulu. Seminggu ini mau siap-siap dulu!" jawab Rut.

"Tadi Joy sudah mengajarkan matematika. Hebat, Io, dia. Bisa menerangkan dengan jelas. Besok saya akan datang lagi!" sambung Rut.

"Oh, ya, besok ada arisan ibu-ibu di sini. Bagaimana baiknya, ya. Apa kalian bisa belajar dengan tenang?" tiba-tiba ibu Joy memberi tahu.

"Oh, tak apa. Saya tak datang besok. Lusa saja. Apakah buku catatanmu boleh kubawa pulang, Joy? Besok malam kukembalikan!" kata Rut.

Joy terdiam. Sebetulnya ia berat mengizinkan hal itu. la tak mau pengalaman pahit dulu terulang.

"Bagaimana kalau besok Joy yang ke rumah Rut? Kalau ada soal yang sulit Joy bisa menjelaskan!" Ibu menawarkan jalan keluar.

Akhirnya Joy setuju. Lagi pula Joy tidak suka ada di rumah bila ada arisan ibu-ibu. Mereka banyak mulut. Ada yang bilang Joy sudah besar. Ada yang minta minuman tanpa es. Lebih gawat lagi ada yang bergurau ingin menjadikan Joy menantunya. Ih, Joy baru kelas lima kok, sudah diajak bicara soal menantu segala.

"Oh, terima kasih Joy. Kamu baik sekali!" kata Rut.

Lagi-lagi perasaan senang menyelimuti hati Joy. Esoknya Joy ke rumah Rut.

Sementara Rut mencatat Joy memandang gambar berbingkai yang tergantung di dinding kamar Rut. Gambar seekor anak domba yang terpisah dari kawan-kawannya dan tersangkut di semak duri. Sang gembala yang penuh kasih menolongnya. Hati Joy tersentuh. la tahu ia juga sendiri, terpencil dari kawan-kawannya karena kekerasan hatinya. Bahkan ia kehilangan hari-hari yang menyenangkan karena ia tak mau mengampuni sahabatnya, Jenny. Joy berusaha menahan air matanya.

"Ada apa, Joy?" tanya Rut.

“Tidak, gambar ini sangat bagus!" jawab Joy.

"Ya, itu hadiah dari guru Sekolah Minggu. Kubingkai untuk mengingatkanku bahwa Tuhan selalu mau menolong bila kita dalam kesulitan," Rut menjelaskan.

Joy teringat saat dia pertama kali mulai bersahabat dengan Jenny. Ketika itu dia dan Jenny disuruh menyanyi duet pada acara gereja. Itu untuk pertama kalinya mereka akan tampil.

Pulang latihan, Jenny berkata, "Aku takut!"

"Aku juga!" kata Joy.

"Bagaimana kalau kita gemetar, dan nyanyinya jelek?"

Lalu mereka berdoa bersama minta pertolongan Tuhan. Mereka juga latihan sungguh-sungguh dan ternyata berhasil. Dan itu terjadi dua tahun yang lalu. Tepatnya, besok ulang tahun persahabatan mereka yang kedua. Tapi, kenyataannya persahabatan itu sudah putus dan masing-masing menderita. Tiba-tiba Rut berhenti mencatat. la menatap Joy.

"Joy, kamu begitu baik padaku. Jenny juga baik padaku. Sebetulnya kalian berdua amat cocok. Kembalilah bersahabat Joy. Kembali pada sifatmu yang dulu. Maukah kamu mengampuni Jenny?" Rut bertanya.

Joy mengangguk. Air matanya berlinang. Terasa beban yang selama ini menekannya lepas. Tiba-tiba pintu diketuk. Rut membukakan pintu. Ternyata Jenny yang datang. la tertegun. Tak menyangka ada Joy di situ. Saat itu dengan sigap Rut menarik tangan Jenny dan berkata, "Joy, Jenny ingin bersahabat denganmu. Kamu mau, bukan?"

Jenny mengulurkan tangannya dan Joy menyambutnya. "Maafkan, aku Joy! Lupakan apa yang telah terjadi!" kata Jenny.

"Maafkan aku juga, Jen. Aku pun bersalah!" kata Joy. Mereka tersenyum dan saling memaafkan.

Begitu seharusnya kan, harus ada maaf dalam persahabatan.

Tamat

Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Widya Suwarna.