Kipas Cendana Sangiang Madada

By Sylvana Toemon, Selasa, 2 Mei 2017 | 07:53 WIB
Kipas Cendana Sangiang Madada (Sylvana Toemon)

Sangiang Madada mempunyai sebuah kipas kesayangan, hadiah dari neneknya pada ulang tahunnya yang ketujuh. Kipas itu terbuat dari lembaran-lembaran tipis kayu cendana, yang diuntai dengan beberapa benang emas. Baunya sangat harum.

Pada suatu hari, kipas cantik itu hilang! Sangiang Madada sangat gundah. la menangis seharian di kamar dan tidak mau makan. Seluruh penghuni istana sibuk mencari kipas cendana itu. Tetapi tidak ditemukan. Sejak kehilangan kipas kesayangannya, sikap Sangiang Madada agak berubah. Ketika neneknya memberi sebuah kipas cendana yang baru, ia tidak mau menerimanya. Ia juga tidak mau lagi bermain dengan Uala, kelinci kesayangannya. Neneknya akhirnya bertanya, mengapa Sangiang bersikap begitu.

"Nek, aku tidak mau mempunyai kipas kesayangan lagi. Aku juga tidak mau menyayangi Uala lagi. Pokoknya, aku tidak mau punya benda kesayangan lagi. Punya benda kesayangan memang menyenangkan, Nek! Tetapi, kalau kita kehilangan benda kesayangan..., sangat sedih rasanya!" ucap Sangiang dengan mata berkaca-kaca.

Nenek Sangiang akhirnya mengerti, mengapa selama ini cucunya bersikap aneh. Nenek yang bijaksana ini lalu menasihati.

"Kalau kehilangan sesuatu yang kita sayangi, memang sedih rasanya. Waktu Kakek meninggal dulu, Nenek juga merasa sedih. Tetapi sedih terus-menerus, kan, tidak ada gunanya. Tidak akan mengembalikan yang sudah tidak ada itu." Nenek kemudian meneruskan nasihatnya,

"Cucuku, kau tidak usah takut untuk menyayangi. Sebab, meskipun kita kehilangan yang kita sayangi, yang hilang, kan, hanya bendanya. Tetapi kenangan kita bersama benda itu tidak bisa hilang. Tetap ada di sini!" nenek menunjuk dadanya.

"Misalnya, walaupun Kakek sudah meninggal, Nenek masih tetap mengingat wajah Kakek. Juga kebaikan Kakek," ujar Nenek lagi.

"Maksud Nenek, biarpun kipas cendana kesayanganku itu sudah hilang, kenangan tentang kipas itu tetap ada disini?!" tanya Sangiang sambil menunjuk dadanya.

Nenek mengangguk.

Sangiang tampak berpikir sejenak, kemudian berkata lagi, "Ah, sekarang aku mengerti, Nek! Kenangan tentang kipas cendana itu akan selalu ada di hatiku. Karena itu, setiap kali mencium bau cendana, aku pasti akan teringat pada Nenek. Nenek yang menyayangiku. Nenek yang pernah memberiku sebuah kipas cendana cantik," ucap Sangiang Madada dengan mata bersinar-sinar.

Nenek tersenyum haru, lalu memeluk erat cucu kesayangannya.

Sumber: Arsip Bobo. Cerita: V. Parengkuan.