Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 9 lewat 10 menit, tetapi Ida dan Rini belum datang. Mia sudah gelisah menanti. Di meja sudah bertumpuk kartu ucapan terima kasih berbentuk hati, tali emas dan tumpukan permen. Tali emas untuk mengikat kartu tersebut dan permen akan dilekatkan pada kartu tersebut dengan stapler. Semua itu untuk keperluan pernikahan Kak Lusi, saudara sepupu Mia.
"Mungkin sebentar lagi mereka datang!" Mia menghibur dirinya sendiri.
Bukankah Ida dan Rini sudah menyanggupi untuk membantu? Kemarin di sekolah Mia meminta bantuan kawan-kawan terdekatnya, Ida, Rini, dan Wati.
Wati menjawab, "Maaf, Mia, aku belum bisa memastikan. Minggu pagi aku biasa ke Sekolah Minggu. Kalau tidak ada latihan paduan suara atau mengunjungi kawan-kawan yang absen, aku bisa datang ke rumahmu!" Tetapi, Ida dan Rini berjanji akan datang. Malah Ida berpesan, "Jangan lupa sediakan makan siang yang istimewa, ya!"
Jarum jam sudah bergeser 10 menit lagi, tetapi yang dinanti belum juga muncul, padahal mereka berjanji akan datang pukul 9.
Tiba-tiba telepon berdering. Mia mengangkatnya. "Maaf seribu maaf, ya, Mia, tiba-tiba saja saudaraku datang dan mengajak aku pergi ke supermarket. Kan, tidak enak kalau kutolak. Kasihan dia sudah jauh-jauh datang!" kata Ida.
Dengan perasaan kesal Mia menyelesaikan percakapan dan kemudian menutup pesawat telepon.
"Kriiing!" Telepon berdering lagi. Kali ini dari Rini. Kata Rini, dia terpaksa tak bisa datang karena supirnya tidak masuk. Mia merasa kecewa. Semudah itu kawan-kawannya membatalkan janji. Kalau mau, kan Rini bisa naik bus. Kalau mau, kan, Ida bisa membawa saudara sepupunya ke rumah Mia.
"Kasihan, Ibu sekarang sedang bersusah payah menyiapkan hidangan istimewa, tetapi kawan-kawan tidak datang!" keluh Mia dalam hati.
"Lebih baik aku mulai bekerja sekarang. Sebagai pimpinan proyek sederhana, aku harus berani menanggung risiko. Walaupun sampai malam aku harus menyelesaikannya. Siapa tahu sambil bekerja aku mendapat gagasan baru!" pikir Mia.
Mia mulai bekerja. Diikatkannya tali emas pada lipatan di antara dua kartu berbentuk hati tersebut, lalu disematkannya permen pada kartu tersebut.
"Lain kali aku harus lebih berhati-hati memilih orang yang akan membantuku!" pikir Mia lagi. "Biarlah, ini menjadi pengalaman yang berharga!"
Sambil bekerja, ia terus berpikir untuk mencari orang yang bisa membantunya.
Juga ia tidak ingin jerih payah Ibu sia-sia karena tak ada tamu yang akan makan siang bersama. Tiba-tiba ia teringat pada Emilia, saudara sepupunya. Kalau Emilia sempat pasti dia mau membantu. Bukankah pekerjaan ini untuk kepentingan Kak Lusi, famili Emilia juga?
Dengan harapan baru, Mia menelepon Emilia. Dia bersedia segera datang bersama seorang kawannya. Sekarang Mia bekerja dengan lebih semangat. Tak lama kemudian datang Wati. Mia menyambutnya dengan gembira.
Lalu disusul oleh Emilia dan kawannya. Keempat anak itu bekerja dengan gembira. Tentu saja Mia yang paling gembira. Dia telah berhasil mengatasi kesulitan dalam mengerjakan tugas yang diserahkan padanya.
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Widya Suwarna