Calon Ratu Peri Bunga

By Sylvana Toemon, Rabu, 16 Mei 2018 | 04:00 WIB
Calon Ratu Peri Bunga (Sylvana Toemon)

Ratu Peri Bunga tak memiliki seorang anak pun. Ketika Ratu merasa harus turun tahta, Ratu bingung mencari penggantinya. Di singgasananya yang indah, Ratu selalu terlihat murung.

"Mengapa tidak kupilih saja salah satu dari peri-peri bunga?" pikirnya.

Peri bunga di kerajaan itu memang banyak, cantik-cantik lagi! Tapi tentu saja Ratu harus memilihnya satu saja.

"Yang jelas, calon Ratu Peri Bunga harus seindah bunga. Cantik, harum, dan berhati mulia," gumamnya.

Kini Ratu Peri Bunga tidak sedih lagi. Ratu kini senang berjalan-jalan sambil mengamati peri bunga yang akan dicalonkannya. Ternyata dari sekian banyak peri bunga, hanya dua orang yang berkenan di hati Ratu. Yaitu Peri Bunga Putih dan Peri Bunga Ungu. Kedua peri itu sama-sama cantik, sama-sama harum dan sama-sama baik hati. Ratu berpikir, mestinya salah seorang punya kelebihan yang diperlukan sebagai calon Ratu. Ratu kemudian mengangkat kedua peri itu sebagai pegawai kerajaan. Mereka ditugaskan untuk menjaga gaun-gaun milik Ratu. Kedua peri itu gembira sekali.

Tanpa diketahui keduanya, Ratu mengamati pekerjaan mereka. Peri Bunga Putih tak habis-habisnya mengagumi gaun-gaun milik Ratu. Tangannya berkali-kali menyentuh gaun-gaun itu.

"Oh indahnya! Seandainya semua pakaian ini milikku!" katanya.

"Putih, jangan kau lakukan itu. Ingat, kita harus menjaga amanat Ratu. Kita bertugas menjaganya. Jangan kau sentuh pakaian itu kalau tidak perlu. Dan jangan punya keinginan untuk memiliki gaun-gaun itu. Karena semua itu milik Ratu," tegur Peri Bunga Ungu.

 

"Hentikan kata-katamu, Ungu! Aku tak perlu nasihatmu. Kau tak berhak memerintah seperti itu. Yang berhak memerintah adalah Ratu. Apakah kau ingin menjadi Ratu?" tanya Peri Bunga Putih.

"Aku tidak pernah berpikir untuk menjadi Ratu. Hal itu kukatakan karena aku temanmu. Sebagai teman aku harus memperingatkanmu. Di sini kita bertugas sebagai penjaga. Titik! Dan aku tak mau lagi bertengkar denganmu."

Peri Bunga Putih tertawa mengejek. la mengatakan Peri Bunga Ungu memang tak pantas jadi Ratu. Dirinyalah yang sangat cocok menjadi Ratu. Peri Bunga Ungu tak membalasnya.

Beberapa hari kemudian, di kerajaan itu tersebar berita bahwa Ratu memiliki seratus gaun berwarna pelangi, bersulam emas dan bertabur mutiara. Kemudian Ratu pun masih memiliki seribu gaun berwarna-warni bunga. Ratu marah mendengarnya, karena berita itu sama sekali tidak benar. Ratu lalu mengutus pengawalnya untuk menanyai setiap penduduk Kerajaan Bunga, untuk mencari sumber beritanya. Ternyata sumber berita itu adalah Peri Bunga Putih. Dia telah melebih-lebihkan apa yang dilihatnya. Ratu segera memanggil kedua peri penjaga gaun Ratu.

Di hadapan semua penghuni istana, Ratu berkata  kepada kedua peri itu, ”Putih dan Ungu, sebenarnya kalian adalah dua peri bunga terbaik yang pernah kutemui. Itulah sebabnya aku mempercayakan pada kalian, untuk menjaga gaun-gaunku. Aku tahu apa-apa saja yang kalian lakukan di sana. Tapi ternyata aku kecewa pada salah seorang dari kalian," kata Ratu.

Kedua peri itu pucat pasi. Takut kalau-kalau dirinyalah yang dimaksud Ratu. Apalagi semua peri memandang mereka menyalahkan.

"Terlebih-lebih lagi dengan berita yang tersebar di seluruh kerajaan ini, Putih, engkaukah yang melakukannya?" tanya Ratu.

"Benar, Paduka," sahut Putih ketakutan.

"Oleh sebab itu kau kutugaskan untuk menjaga gudang arang di hutan dekat perbatasan."

Rupanya itulah hukuman yang diberikan Ratu untuk Putih. Hukuman yang mengerikan, karena hutan itu begitu lebat dan berkabut. Peri Bunga Putih menangis mendengarnya. Terbayang hari-hari yang sulit menantinya.

"Dan pada Ungu, kuucapkan selamat. Karena kerendahan hatinya dan kemampuannya memegang rahasia, membuatnya pantas menjadi calon Ratu Kerajaan Bunga," kata Ratu sambil mengulurkan tangan pada Peri Bunga Ungu.

Peri itu hampir-hampir tak percaya mendengarnya. Tapi itulah kenyataan. Bisa pahit atau pun menyenangkan. Semua itu bergantung pada amal perbuatan masing-masing.

Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Renny Yaniar