Ulat Bambu dan Ulat Tepung Bisa “Selamatkan Bumi”

By Eka Kartika, Kamis, 18 Mei 2017 | 06:13 WIB
Ulat Bambu - Hama Lebah, foto: wordpress (Eka Kartika)

Ulat–ulat nakal memang merupakan hal yang cukup mengganggu para petani maupun peternak, baik yang ada di tanah air maupun di luar negeri. Tetapi siapa sangka, jika hama ulat bambu dan ulat tepung ini memiliki kemampuan yang unik dan konon dapat menyelamatkan bumi. Menurut kamu bagaimana, apakah ulat bambu dan ulat tepung harus dibasmi. Ataukah tetap dibiarkan?

Ulat bambu musuh peternak lebah

Ulat bambu (wax worn) adalah larva dari ngengat lilin (Galleria mellonella) yang hidup di sarang lebah madu. Setelah menetas, ulat itu akan memakan lilin lebah yang terdiri dari atas beragam senyawa lipid. Sehingga, akibat dari ulah ulat bambu tersebut akan merugikan para peternak lebah madu.

Ulat tepung musuh petani, makanan bergizi hewan

Sama seperti ulat bambu. Ulat tepung bernama latin Teneberio Molitor dan lebih dikenal sebagai ulat hongkong, merupakan musuh para petani. Tetapi, merugikan buat petani, namun tidak demikian halnya dengan hewan – hewan seperti; burung, kura – kura, kucing, ikan dalam akuarium serta beberapa hewan lainnya yang menjadikan ulat tepung sebagai konsumsi. Sebab bagi hewan, ulat tepung memiliki kandungan protein yang cukup tinggi.

Penelitian ulat bambu dan ulat tepung

Berdasarkan penelitian Bertocchini, peternak lebah sekaligus ilmuwan di Institut Biomedis dan Bioteknologi di Cantabria, Spanyol yang bekerja sama dengan Paolo Bombelli dan Christopher Howe, di Fakultas Biokimia Universitas Cambridge, Inggris. Ulat bambu dapat menghancurkan keresek (kantong plastik) yang sampai saat ini paling banyak dipergunakan di dunia dan paling sulit untuk diurai secara kimiawi. Apalagi biasanya setelah dipakai, keresek akan dibuang ke tempat sampah, bahkan tak jarang juga dibuang sembarangan. Sehingga dapat mengganggu lingkungan dan ekosistem sekitarnya.

Penelitian dan uji coba dilakukan oleh Bertocchini. Sekitar 100 ulat bamboo dimasukkan ke dalam keresek (kantong plastik). Tak sampai 40 menit, terlihatlah lubang – lubang kecil di keresek (kantong plastik). Setelah 12 jam, terjadi pengurangan sebanyak 92 gram.

Rakusnya ulat – ulat ini diduga karena mereka punya kemampuan dalam memecahkan ikatan kimia sejenis. Para peneliti menduga ulat – ulat itu memproduksi sesuatu yang merusak ikatan kimia. Kemungkinan itu terdapat dalam kelenjar ludah atau bakteri simbiosis dalam tubuh ulat bambu.

Penelitian masih tetap dilakukan. Namun selama penelitian ulat – ulat tersebut sudah bisa digunakan sebagai rancangan solusi bioteknologi pada skala industri untuk mengelola limbah plastik keresek, baik di darat maupun laut.

Apabila terbukti efektif, maka ulat itu bakal membantu mengatasi 80 juta ton plastik yang dihasilkan manusia pertahun.

Tidak berbeda jauh dengan ulat bambu. Penelitian ulat tepung yang dilakukan oleh Wei – Min – Wu dari Stanford University. Ia mengungkap jika Ulat tepung (meal worm) dapat mengubah Styrofoam menjadi kanbondioksida dan butiran materi yang bisa diuraikan. Ulat tepung juga dapat mengurai plastik berbahan polistirena.

Ulat bambu dan ulat tepung yang bisa “Selamatkan dunia”

Apabila penelitian ulat bambu dan ulat tepung mencapai hasil maksimal, maka kedua ulat yang dianggap hama itu akan dapat menyelamatkan dunia dari permasalahan sampah plastik.