Rini diam seribu bahasa di dalam taksi. Ayah dan Ibu bercakap-cakap dengan gembira. Sopir taksi mengemudikan kendaraan dengan hati-hati di jalan yang cukup ramai. Banyak orang baru pulang kantor petang hari itu.
Rini beserta Ayah dan Ibu baru pulang dari meninjau rumah yang baru mereka beli. Rencananya, 2 minggu lagi mereka akan pindah.
Selama ini, mereka tinggal di rumah Nenek, ibu dari ayah Rini. Adik Rini, Riko dan Ria tidak ikut. Rini mengeluh dalam hati. Rumah pilihan ayah dan ibunya tenyata jauh berbeda dengan rumah Nenek yang besar, terletak di jalan raya dan halamannya luas. Di halaman yang luas itu, Rini menaruh pot-pot bunga dan tanaman hias kegemarannya. Ada tanaman hias yang dibelinya sendiri, ada yang merupakan hadiah, dan ada pula hasil tukar-menukar dengan kawan-kawan dan tetangga.
"Mengapa kamu diam saja?" tanya Ibu.
Rini tersentak dari lamunannya.
"Eh ... mm, rumah kita nanti kecil amat, ya, Bu! Halamannya cuma satu meter lebarnya. Menjemur pakaian pun harus di depan. Cuma berapa pot bunga yang bisa diletakkan di sana? Di sebelah kiri dipakai untuk tong sampah lagi!" keluh Rini.
"Memang kecil! Tapi, itu rumah kita sendiri. Kita tak perlu lagi menumpang pada Nenek. Lagi pula, kamu, kan, dapat kamar tidur sendiri. Tak usah sekamar dengan Riko dan Ria!"
Rini tersenyum. Senang juga bila dia ingat punya kamar sendiri, walaupun sempit.
"Tapi, rumahnya di dalam gang sempit, ya, Bu! Lagi pula kita harus jalan jauh kalau mau cari kendaraan di jalan raya!" kata Rini lagi.
"Tak apa, Rin. Hitung-hitung olahraga!" kata Ayah. "Rumah di jalan raya tak terbeli oleh kita. Mahal sekali!"
Taksi terus meluncur. Kini, Rini mulai memikirkan bagaimana cara menata kamarnya yang sempit itu. Lalu, tanaman hias mana yang bisa dibawanya dan mana yang terpaksa ditinggal di rumah Nenek. Sebenarnya, dia ingin membawa semua pot bunga dan tanaman hias yang puluhan jumlahnya. Setiap tanaman mempunyai cerita sendiri.
Rini tertawa sendiri kalau ingat pot tanaman sri rejeki. Tanaman itu didapatnya dari anak baru di kelasnya, Yanto.
"Sebagai perkenalan," kata Yanto.
Tetapi kemudian, ada kawannya yang memberi tahu pot bunga itu dicuri Yanto dari penjual tanaman hias di tepi jalan. Ada pula tanaman suplir yang dimintanya dari tetangganya, orang asing, dengan modal bahasa Tarzan dan sedikit bahasa Inggris yang pernah dipelajarinya dari kamus kecil. Di rumah, Rini menceritakan kepada Nenek tentang rumah baru itu.
"Kalau sudah pindah, jangan sombong, ya! Sering-sering main ke sini. Kalau malam minggu, menginap saja di sini!" pesan Nenek.
"Aaah, mana ada tempat? Kan, Tante Lisa dan Om Hari akan tinggal di sini!" kilah Rini.
"Mereka cuma pakai satu kamar. Satu kamar lagi, kan, bisa untuk kalian!" Nenek tak mau kalah.
Rini tertawa dan berkata, "Kalau begitu, yang menginap harus bergantian, tak bisa sekeluarga. Masak lima orang tidur dalam satu kamar!"
"Sekali-sekali tak apa, kan. Khusus untuk kamu boleh tidur di kamar Kakek dan Nenek!" kata Nenek.
Rini tersenyum. la merasa Nenek begitu sayang padanya. Senin berikutnya mereka meninjau rumah baru lagi. Kali ini, Riko dan Ria juga ikut. Rumah itu sudah lebih menyenangkan sebab sudah diperbaiki dan dicat. Sementara Riko dan Ria sibuk di kamar mandi mencoba shower (alat penyiram) yang baru dipasang, Rini sibuk di halaman.
Dia mengukur besar tempat yang tersedia untuk meletakkan pot-pot tanamannya. Di dekat tempat jemur pakaian tak akan diletakkan pot bunga. Karena tanaman yang terkena tetesan air sabun jadi rusak. Kemudian Rini keluar. Dia berdiri di depan rumahnya sambil memandang gang sempit, selokan, dan rumah-rumah tetangga. Tiba-tiba terlintas sesuatu di pikirannya. Bagaimana kalau di atas selokan dipasang papan kira-kira 1 meter panjangnya? Nah, di atas papan itu bisa diletakkannya tanaman hias dan pot-pot bunga.
Lalu, kalau misalnya tetangga-tetangga lain juga memasang papan yang serupa, gang sempit itu akan menjadi asri. Ada tanaman hijau dan bunga-bunga yang membuat gang sempit itu seperti taman bunga yang asri. Orang yang lewat akan senang karena pemandangannya hijau dan indah. Tiba-tiba, Rini memperoleh semangat baru. Lekas-lekas dia pergi ke dalam dan mengemukakan hal itu pada ayah dan ibunya.
"Wah, bagus sekali Rin! Kamu bisa membagikan pot-pot tanamanmu pada para tetangga. Lingkungan tempat tinggal kita akan menjadi lingkungan yang asri dan menyenangkan!"
"Tiga rumah dari rumah kita di sebelah kanan juga ada penggemar tanaman hias. Mungkin kamu bisa bekerja sama dengan dia!" saran Ibu.
Rini segera berangkat ke rumah itu. Memang di situ tinggal Evi, anak sebaya Rini. Rini segera berkenalan.
Sebulan kemudian gang sempit itu sudah berubah jadi hijau dan asri. Rini senang karena semua tanaman hiasnya bisa dibawa. Juga, sst... ini sebetulnya rahasia. Rini malu kalau ini disebut tetapi biarlah. Kalian, kan, ingin tahu. Rini dinamakan, "Pelopor Keindahan Lingkungan" oleh Pak RT. Nah, siapa yang mau meniru jejak Rini?"*
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Widya Suwarna