Dua Teman

By Sylvana Toemon, Minggu, 18 Maret 2018 | 05:00 WIB
Dua Teman (Sylvana Toemon)

Wiwin sedang mengatur gerbong-gerbong kereta api mainan di atas relnya ketika seorang anak laki-laki mengejutkannya di balik jendela. Wiwin membuka jendela dan anak laki-laki itu menyapa, "Hai..." sambil tersenyum ramah.

"Hai," balas Wiwin agak bingung."Dari mana kau datang?" tanyanya.

"Aku tinggal di sebelah," kata anak itu.

"Ibuku sedang mengunjungi ibumu."

Oh, tetangga baru rupanya, pikir Wiwin. Ia memperhatikan anak laki-laki di hadapannya, sementara anak itu melongokkan kepalanya ke dalam ruangan. la bertanya, "Kau bermain sendiri?"

"Tidak, aku menunggu temanku, Hira," jawab Wiwin.

"Apa enaknya bermain di dalam kamar?" tanya anak itu.

Tanpa menunggu jawaban, ia berlari ke arah kolam ikan di seberang kamar Wiwin. Dengan cekatan, ia meniti batu-batu besar sepanjang pinggiran kolam.

"Ayo, bermain di sini!" ajaknya riang.

"Awas jatuh!" Wiwin berseru.

"Aku sudah biasa, di rumahku yang lama ada kolam seperti ini," sahut anak itu. la menunjukkan kecekatannya berjalan di antara bebatuan. Wiwin tertarik dan keluar dari kamarnya. Sebentar kemudian kedua anak itu telah bermain dengan akrabnya, sampai ibu Angga, nama anak laki-laki itu, mengajaknya berpamitan.

Wiwin kembali ke kamarnya dan teringat Hira ketika melihat mainan kereta api di lantai. La memasukkan mainan itu ke dalam kardus dan membawanya ke rumah Hira yang berjarak tiga rumah dari rumahnya.

"Hira sakit," ibu Hira yang membukakan pintu member tahu Wiwin.

"Dokter menyuruhnya beristirahat selama tiga hari." 

"Aku membawakan kereta api miliknya," kata Wiwin.

"Masuklah, Hira ada di kamarnya," kata ibu Hira.

Wiwin menemukan Hira berbaring di tempat tidur. Temannya itu menyapa, "Maafkan, aku tak datang. Asmaku kumat. Selama tiga hari aku tak boleh keluar rumah."

"Kalau aku tahu, aku yang akan kemari," kata Wiwin menyesali diri.

la merasa bersalah seharian tadi bermain bersama Angga, sementara sahabat baiknya terbaring sakit. Anak perempuan itu memutuskan tidak akan menceritakan tentang teman barunya. la khawatir Hira menjadi sedih dan merasa ditinggalkan. Segera ia mengeluarkan mainan kereta api dari dalam kardus. la memasang rel-relnya di atas tempat tidur. Lalu, menemani Hira bermain.

"Aku akan datang setiap hari," kata Wiwin sebelum pulang.

"Tidak usah," kata Hira. "Kalau aku sembuh, aku akan segera mengunjungimu."

Sambil menunggu kesembuhan Hira, Wiwin bermain bersama Angga. Mereka meniti kolam, melompat-lompat seperti kodok, berlarian mengitari kolam, atau memanjat pohon jambu.

Tak terasa hari-hari berlalu. Suatu hari Angga berkata, "Yuk, kita bermain dengan kereta apimu!"

"Itu kereta api Hira," kata Wiwin tergagap.

Seminggu telah berlalu, Hira tak mengunjunginya. Apa yang terjadi dengannya?

"Yuk, kita ke rumah Hira!" Wiwin menarik tangan Angga.

Hira menolak membukakan pintu kamar ketika Wiwin mengetuknya. "Pergi, kamu bukan temanku lagi!" teriaknya.

"Kenapa?" tanya Wiwin kebingungan.

"Kamu melupakanku! Kamu punya teman yang lain!"

"Angga maksudmu?" tanya Wiwin.

"Sekarang ia kuajak kemari."

Pintu kamar terbuka. Wajah seorang anak laki- laki yang pucat dan merajuk muncul.

"Kukira dia anak perempuan," Angga mendesis.

"Tentu saja dia anak laki-laki," tukas Wiwin.

"Karena kesehatannya, Hira lebih senang bermain di dalam rumah."

Hira berkata dengan masygul kepada Angga, "Kau merebut temanku!"

"Bukan maksudku," jawab Angga sopan.

"Kita bisa bermain bertiga. Aku ingin bermain dengan kereta api milikmu."

"lya, kita bermain bertiga kalau kau mau dan tak marah lagi," sambung Wiwin. Pintu kamar semakin terbuka lebar.

Terlihat di lantai mainan kereta api yang telah terpasang. "Baiklah, lebih asyik bermain bertiga daripada sendirian," kata Hira akhirnya Wiwin tersenyum senang.

Sekarang dia punya dua teman. Sejak itu satu anak perempuan dan dua anak laki-laki selalu bermain bersama.

 

Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Lena D.