"Lo, aku, kan, tidak tahu kalau kamu berminat. Kamu tidak menelepon aku seminggu ini. Maaf, panitia tidak boleh KKN! Sudah, ya!" Paman Dani mengakhiri percakapan.
Langsung Ipong merasa lututnya lemas. Seminggu ini ia latihan terus bertanding catur melawan Nano dan Budi. Dan sekarang, semuanya sia-sia hanya karena kelalaian, tidak mendaftar dan tidak menghubungi Paman Dani. Mengira Paman Dani sudah mendaftarkan. Wah, apa kata Nano dan Budi kalau tahu hal ini?
Sepanjang petang sampai malam wajah Ipong murung. Esok paginya Ipong tak mau bangkit dari tempat tidur. la sangat kecewa. Dalam hati ia menyalahkan Paman Dani yang berlaku kejam dan Ibu yang tidak mengingatkannya untuk mendaftar. Jam 8.30 telepon berdering. Tak lama kemudian ibu masuk ke kamar.
"Pong, ada telepon dari Paman Dani!" Ibu memberitahu. Dengan segan Ipong ke luar kamar.
"Pong, sbetulnya aku sudah daftarkan kamu. Kemarin aku cuma mau mendidikmu agar kali lain jangan lalai!" kata Paman Dani.
"Kamu bisa datang ke sini dalam waktu setengah jam?"
"Aaah...ehhh, aku belum mandi dan makan. Tapi, aku akan datang naik taksi!" kata Ipong.
Dengan sigap Ipong mengambil handuk dan lari ke kamar mandi, setelah mandi, ia membongkar celengan dan pamit pada Ibu.
"Sarapan dulu, Pong!" Ibu mengingatkan.
"Tak bisa, Bu. Kata Paman Dani jam 9.00 aku sudah hams ada di mal! Aku akan naik taksi saja. Uangku ada, kok!" kata Ipong dan ia pun berlari ke jalan mencari taksi.
Dengan terengah-engah akhirnya ia tiba di tempat lomba di lantai III. Para orang tua hadir mengantar anak-anak mereka. Selain lomba catur, ada juga lomba mewarnai gambar dan lomba nyanyi. Ipong menemui Paman Dani.
"Duduk di meja nomor 4, Pong!" kata Paman Dani.