Sendiri di Rumah

By Sylvana Toemon, Minggu, 15 April 2018 | 02:00 WIB
Sendiri di Rumah (Sylvana Toemon)

Sepulang dari sekolah, Emi berpikir, "Ibu masak apa hari ini? Apakah daster baruku sudah selesai dijahit?"

Namun, Emi sangat terkejut ketika tiba di depan rumah. Pintu terkunci dan rumah sangat sepi.

"Non Emi, tadi Ibu titip kunci. Katanya mau ke rumah sakit," kata Mbak Min, pembantu rumah sebelah. la menyodorkan anak kunci.

"Oh, terima kasih, Mbak. Siapa yang sakit?" tanya Emi.

"Tidak tahu, Non Emi," jawab Mbak Min.

Maka Emi pun masuk ke rumah. la melihat ke whiteboard dan membaca tulisan di sana:

Ibu dan Bik Siti ke RS. Nenek kena serangan jantung. Totok buat prakarya di rumah Eko.

Emi tertegun. Biasanya kalau ia pulang ke rumah, ada Ibu dan Bik Siti dan adiknya, Totok. Sekarang, tak ada seorang pun di rumah. Hii, tidak enaknya sendirian di rumah. Emi melihat ke bawah tudung saji di meja makan. Ada sup dan ikan goreng. Tapi, Emi tak bernafsu  makan. Lagi pula ia harus memanaskan sup dulu. Biasanya ia tinggal makan. Bik Siti yang memanaskannya.

"Lebih baik aku menelepon Diah dan minta dia menemaniku. Aku tak tahan sendirian begini," pikir  Emi. la menelepon Diah, tapi tak ada yang mengangkat telepon.

"Aneh, tadi kami baru berpisah setelah turun dari bus. Masak ia belum sampai ke rumah. la sahabatku, kalau mau pergi ke tempat lain dulu pasti ia cerita," pikir Emi.

Kemudian Emi memutuskan pergi ke rumah Diah. Dengan perasaan heran dan kuatir Emi berangkat. la menitipkan kunci pada Mbak Min, pembantu rumah sebelah. Rumah Diah dekat saja. Dan ... Emi pun mendapati Diah sedang duduk di teras rumah sambil termenung.

"Huuuuh, kamu ada di depan? Pantas aku telepon, tidak ada yang mengangkat? Ada apa, tidak bisa masuk ke rumah, ya?" pertanyaan Emi bertubi-tubi.

"Ya, aku lupa membawa kunci. Habis semalam aku mengganti tas hitam dengan tas coklat. Jadi kunciku tertinggal di tas hitam," keluh Diah.

"Sudahlah, ke rumahku saja. Aku takut sendirian di rumah. Ibu dan Bik Siti ke rumah sakit. Nenek kena serangan jantung. Totok bikin prakarya di rumah kawannya," kata  Emi.

"Tidak bisa. Sebentar lagi Piki diantar. Nanti kalau orang salon datang, aku tidak ada, bagaimana?" kata Diah.

Piki adalah anjing pudel Diah. Sesekali ia dikirim ke salon untuk dicukur dan dimandikan. 

"Bagaimana kalau kita ambil kunci ke kantor ayahmu atau ibumu?" Emi menawarkan. Rasa laparnya sementara terlupakan. Diah menggeleng.

"Kantor mereka jauh, percuma saja," kata Diah.

"Oooh susahnya," keluh Emi.

Sekarang ia duduk di dekat Diah. Maksud hati mau minta tolong pada kawan, ternyata Diah juga sedang mengalami kesulitan.

"Aku harus diam di sini menunggu Piki diantar, lalu menunggu sampai jam lima sore. Mudah-mudahan Ayah dan Ibu cepat pulang, tidak macet di jalan," kata Diah.

"Kamu tidak makan?" tanya Emi. "Mana bisa makan? Makanan catering ada di

dalam rumah. Kakakku sudah berangkat kursus. Tadi waktu catering diantar, ia belum berangkat," kata Diah.

"Inilah nasib orang pelupa. Ketinggalan anak kunci soal kecil, tapi akibatnya cukup menyusahkan."

"Setiap hari kamu sendirian di rumah?" Emi menegaskan.Diah mengangguk.

Emi terdiam. la baru sekali ini sendirian di rumah, tapi sudah kelabakan. Sedangkan Diah setiap hari sendirian di rumah bila pulang sekolah.

"Sudahlah, begini saja. Aku akan pulang, memanaskan sup, lalu membawakan kamu nasi dengan sup dan ikan goreng. Kita makan di sini sama-sama. Sudah itu kita sama-sama menunggu Piki datang. Kemudian kamu dan Piki bisa ke rumahku main atau istirahat sampai sore hari," kata Emi.

"Oh, kamu baik sekali. Kamu datang tepat pada waktu aku mengalami kesulitan!" kata Diah.

"Itulah gunanya sahabat, bukan?" kata Emi dengan manis.

"Tadi aku khawatir karena telepon tidak diangkat. Betul saja, kamu mengalami kesulitan."

Dan ia pun pulang ke rumah. Sekarang, perasaan tidak enak sendirian di rumah sudah sirna. Juga perasaan segan dan malas untuk memanaskan sup. Lalu ia memasukkan makanan ke rantang. Tak lupa membawa dua piring dan sendok. Juga membawa air minum dan dua buah jeruk. Sekarang Diah tidak murung lagi.

"Lucu, ya, kita makan berdua di teras begini," kata Diah.

"Ya, ini pengalaman istimewa!" kata Emi. "Sebenarnya tadi waktu aku pulang dan sendirian di rumah, aku merasa tidak enak dan takut. Tapi, sekarang tidak lagi."

"Tadi aku bingung karena tidak bisa masuk ke rumah. Dan aku juga lapar. Tapi, sekarang tidak lagi," kata Diah.

Keduanya tertawa. Baru saja selesai makan, petugas salon datang mengantar Piki. Kemudian Diah dan anjing pudelnya ke rumah Emi.

Emi senang karena ia tidak sendirian di rumah. Namun, kalaupun harus sendirian di rumah, ia bertekad untuk menerima keadaan itu dengan tabah. Diah juga senang karena bisa beristirahat di rumah Emi, tapi kalau sengaja ketinggalan kunci lagi ia tidak mau. la bertekad akan lebih hati-hati.

Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Widya Suwarna.