"Iting? Apa maksudnya?"
"Lo, itu singkatan dari 'keriting'!" lagi-lagi anak-anak tertawa.
"Aku, sih, tidak keberatan! Malah bisa jadi nama populer buatku," jawab Ferdinand sambil tetap tersenyum. Dan sejak saat itu anak-anak memanggil Ferdinand dengan nama Iting.
Hari demi hari berlalu. Anak-anak mulai akrab dengan Ferdinand. Akan tetapi mereka masih juga tetap menggodanya. Ajaibnya, Ferdinand tidak pernah marah. la malah tersenyum kalau diganggu. Suatu hari Ita bertanya, mengapa Ferdinand tidak marah dan hanya tersenyum kalau diejek.
"Kenapa aku harus marah?" jawab Ferdinand sambil tersenyum.
"Mereka, kan, tidak menyakiti aku. Aku malah merasa diperhatikan. Lagipula dengan tersenyum, kita bisa meredakan kemarahan. Juga membuat orang lain senang dan merasa bersahabat."
Ita salut mendengar jawaban itu.
Tes Cawu I pun datang dua minggu kemudian, disusul dengan penerimaan rapor. Ketika para orang tua keluar dari kelas, anak-anak menyambut dengan gaduh. Ada yang terpekik gembira, ada yang terdiam kecewa. Namun hampir seluruh murid kelas V terkejut ketika tahu siapa yang menjadi juara kelas! Ternyata Ferdinand, si murid baru.
"Apa? Iting juara kelas?" pekik Tanto setengah tak percaya. Anak-anak segera memberi selamat kepada Ferdinand. Dan dengan senyum khasnya yang lucu Ferdinand berkata, "Terima kasih."
“Ting, kau ternyata hebat," kata Surya.
"lya, kami jadi malu. Maaf, ya, kalau selama ini kami selalu mengejekmu," kata Tomi. "Mulai sekarang kami tak akan memanggilmu 'Iting' lagi."
Ferdinand tersenyum, "Oh, jangan! Aku suka, kok, dipanggil Iting. Lagipula aku sudah terkenal dengan nama Iting. Kalau namaku berubah lagi, nanti kepopuleranku hilang, dong!" Anak-anak tertawa mendengarnya.
"Fer, apa resepnya biar bisa jadi juara?"
"Ini, lo, resepnya," Ferdinand menunjuk bibirnya, lalu memamerkan senyuman lebar yang lucu. Teman-temannya kembali tergelak.
Itulah Ferdinand! Ia memiliki sejuta kesabaran dan senyuman menghadapi kawan-kawannya yang bandel. Dan itu membuatnya semakin disayangi teman-temannya.
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Veronica Widyastuti