Kisah Perjalanan Si Unyil

By Putri Puspita, Jumat, 2 Juni 2017 | 22:25 WIB
Unyil, Pak Ogah, dan Pak Raden (dari kiri ke kanan). Foto: baltyra.com (Putri Puspita)

Si Unyil sudah menjadi tontonan anak-anak di Indonesia sejak lama dan bertahan sampai sekarang. Wah, hebat ya! Simak yuk perjalanan Si Unyil

Wayan boneka

Sebenarnya, Unyil dan teman-teman adalah bentuk wayang boneka yang diciptakan oleh Pak Suyadi, seorang lulusan Seni Rupa ITB. Si Unyil kemudian tayang di TVRI sejak 5 April 1981. Tontonan ini mengisi masa kanak-kanak di Indonesia sampai tahun 1993, setiap hari Minggu pagi.

Cerita-cerita di dalam kisah Si Unyil sangat sederhana dan diangkat dari kegiatan sehri-hari masyarakat Indonesia. Hal ini membuat Si Unyil dekar dengan masyarakat.

Walaupun sempat terhenti sampai memasuki tahun 2000 an, tetapi Si Unyil kemudian tayang kembali di salah satu stasiun TV swasta pada 2002-2003 dan saat diadaptasi menjadi Laptop Si Unyil.

Judul tayangan “Si Unyil” sebenarnya mewakili beberapa tokoh di dalam film. Salah satunya adalah Unyil. Yuk kita kenalan dengan tiga tokohnya.

1. Unyil

Si Unyil merupakan boneka yang memerankan tokoh anak lelaki usia SD. Ia punya pakaian khas berwarna merah dengan  peci dan sarung. Nama Unyil sendiri diambil dari kata mungil yang berarti kecil. Unyil kemudian mempunya teman dekat, yaitu Ucrit dan Usro yang menjadi tiga karakter anak utama dalam kisah Si Unyil. Mereka sangat suka bermain adalah hom-pim-pah alaihum gambreng.

2. Pak Raden

Satu ciri khas lain yang membuat karakter ini sangat dikenal adalah kumis tebal dan tawanya yang menggelegar. Sosok ini digambarkan sangat pelit, suka primbon, memelihara burung perkutut, jago melukis dan cepat marah.

3. Pak Ogah

Sosok ini digambarkan dengan tokoh boneka berkepala gundul yang sering duduk di Pos Ronda. Pak Ogah menggambarkan sosok yang pemalas dan selalu menolak diajak dengan kalimat pamungkasnya, "ogah ah". Hal lain yang paling kita ingat dari Pak Ogah adalah kalimatnya jika meminta uang pada orang yang lewat depan Pos Ronda, "cepek dulu dong".