Kakek segera mengambil cangkul menggali tanah untuk menanam. Aku membantu kakek dengan semangat karena aku sangat suka menanam pohon. Pohon membuat udara semakin segar dan sangat seru membaca buku di bawah pohon.
“Selesai,” kataku senang.
“Haah, akhirnya…” jawab kakek.
Baju kami kotor tapi hati kami senang. Aku dan kakek segera mencuci tangan dan kaki. Kakek mengajakku berjalan kea rah pojok kuil dan duduk di bawah pohon.
“Angga, kamu suka pohon yang tadi?” tanya kakek.
“Suka kek, apalagi kalau dia tumbuh besar,” kataku.
“Nah, itu sekarang pohon milikku, rawatlah,” kata Kakek.
Waaah, aku senang sekali mendengar hal itu. Ini pertama kalinya aku punya pohon sendiri. Pohon trembesi.
“Nah, pohon tempat kita berteduh sekarang juga ditanam saat kakek berusia seperti kamu,” kata kakek sambil tersenyum.
Aku tak bisa berkata-kata. Pohon ini adalah pohon yang sering kali jadi tempat kami berteduh dari terik matahari sambil bercerita. Ternyata sudah ditanam kakek lebih dari 50 tahun yang lalu.
“Ini pohon kesayangan kakek Angga,” kata kakek. “Senang sekali melihatnya tumbuh besar,” lanjutnya.
“Wah hebat sekali! Aku akan merawat pohonku dengan baik agar bisa rindang seperti ini. Pohon itu akan jadi pohon kesayanganku,” kataku bersemangat. Kakek mengelus kepalaku dan tertawa. Kami pun tertawa bersama sambil menikmati bekal makan siang buatan nenek.
Cerita oleh Putri Puspita | Bobo.ID