Musim Semi untuk Delia

By Vanda Parengkuan, Selasa, 3 April 2018 | 04:00 WIB
Musim Semi untuk Delia (Vanda Parengkuan)

Satu, dua, tiga, sepuluh...  Dua puluh pasang kaki bertaut di cabang tanaman bunga ungu. Ia adalah Delia, si ulat yang sangat gendut, mengilap, dan sedikit menyeramkan. Walaupun tubuhnya berbalut warna hijau yang indah dan terang, tidak ada yang berani mendekati dirinya. Bercak hitam dan kuning di tubuhnya, membuat serangga lain takut padanya. 

Delia sangat sedih, sendirian. Karena tak ada yang mengajaknya bermain, maka ia mengunyah daun-daun seharian. 

Pada suatu hari, ia merasa sangat kelaparan. Delia mengunyah cukup banyak daun-daun murbei. Setelah kekenyangan, ia merasa sangat mengantuk. Rasa kantuk yang tidak tertahankan.

"Ibu pernah bercerita. Kalau aku merasa mengantuk luar biasa, itu artinya aku akan tidur panjang. Maka aku harus menyiapkan benang-benang untuk kempompongku," gumam Delia. 

Maka, sambil menahan kantuknya, ia pun mengeluarkan air liurnya dan membuat benang-benang untuk kepompongnya. Cukup lama Delia merajut benang-benang yang ditempelkannya di bawah ranting pohon. Setelah pekerjaannya itu selesai, Delia lalu tertidur pulas di dalam kempompong. Ada lubang kecil di kepompongnya itu agar udara tetap bisa masuk untuk ia bernapas. 

Selama beberapa hari, Delia tidak terlihat. Teman-temannya mulai merasa khawatir. Delia masuk ke dalam kepompong, tak juga keluar.  

"Delia, apa kau sedang sakit?" panggil seekor capung. 

"Apakah Delia mati?" tanya seekor kumbang panik.

Ternyata tidak.  Musim semi pun tiba. Delia terbangun di dalam kekompongnya. 

Delia lalu keluar dari kepompongnya pelan-pelan. Beberapa jam kemudian, ia bebas! Ia membuka sepasang sayapnya yang lebar, yang dipenuhi warna-warna yang sangat cantik. Ia mulai membuka dan menutup sayapnya itu. Teman-temannya yang menyaksikan sangat terpesona melihatnya. 

"Wah, ada sayap di tubuhmu, Delia! Indah sekali!" puji kumbang dan capung.  

Delia kini sudah menjadi kupu-kupu yang cantik. Ia terbang dengan lincah, menyapa semua teman-temannya.

"Ayo, kita bermain! Kejar aku, ya..." serunya riang sambil terbang dari bunga ke bunga. Delia tak pernah murung lagi. 

Teks : Rizki