Nyanyian Subuh

By Sylvana Toemon, Minggu, 1 April 2018 | 05:00 WIB
Nyanyian subuh (Sylvana Toemon)

Rudi memusatkan perhatiannya. Samar-samar ia mendengar suara yang makin lama makin tinggi. Suara itu kadang-kadang terdengar jauh, kadang terdengar dekat. Rudi tak kunjung membalas pesan Runi karena mencoba menebak asal suara itu. Runi yang tak tahan menunggu terlalu lama akhirnya menelepon Rudi.

“Rudi, kamu dengar suara itu?” tanya Runi sekali lagi. Kali ini langsung dengan suaranya, tidak lagi melalui teks.

Belum sempat Rudi menjawab, ia sudah dikagetkan oleh suara pintu yang dibuka Runi. Runi masih berbicara dengan telepon genggam menempel di telinga walaupun ia telah bertemu langsung dengan Rudi.

“Iya, aku mendengar suara itu,” jawab Rudi sambil meletakkan telepon genggamnya.

“Aku takut mendengar suara itu. Biasanya di rumah ini tidak pernah ada suara seperti itu. Jangan-jangan…,” ujar Runi sambil bergidik.

“Ayo kita cari asalnya,” ajak Rudi.

“Enggak mau. Aku takut,” sahut Runi.

“Ya sudah, kalau begitu kamu tinggal di sini aja, ya,” ucap Rudi sambil berjalan ke luar kamarnya.

“Tunggu! Aku tidak mau sendirian di sini,” kata Runi.

Kedua anak itu berjalan menyusuri lorong gelap. Sesampai di ruang keluarga, mereka menatap ke arah tangga. Lampu yang menerangi tangga itu temaram berkedip-kedip, seperti hendak padam. Dalam keremangan itu, terlihat sesosok tubuh perempuan berambut panjang. Sosok itu membuat Runi dan Rudi ketakutan. Tanpa melihat-lihat lagi, kedua anak itu berbalik arah dan berlari dalam gelap. Salah seorang dari mereka menyenggol lampu meja yang kemudian jatuh dengan suara berisik.

“Siapa itu?” tanya perempuan berambut panjang di tangga.

Rudi dan Runi tidak ada yang menjawab. Mereka diam saja sampai akhirnya ruangan keluarga itu berubah menjadi terang benderang.