Cergam Bobo: Ember

By Sylvana Toemon, Selasa, 9 Januari 2018 | 23:00 WIB
Cergam Bobo: Ember (Sylvana Toemon)

Pada hari Minggu, keluarga kelinci pergi bertamasya ke tepi pantai. Begitu tiba di sana, Coreng dan Upik sudah ingin berbelanja. “Aku mau beli es!” kata Coreng. “Aku mau beli ember!” kata Upik.

Karena masih pagi, Bapak tidak mau membeli es. Ia membelikan anak-anak kelinci, beberapa buah ember. Dengan ember itu mereka bisa bermain. Lihat, Bobo mengajak kedua adiknya bermain meniti ember.

Bobo lincah dan tidak canggung. Ia berdiri di atas dua buah ember yang dibalik. Lagaknya seperti pemain sirkus.

Setelah Bobo, Coreng ingin menirunya. Oh, oh! Tapi Coreng gugup dan gemetar. Ember yang dipijaknya terbalik.

Bum… Coreng jatuh terjerembab di pasir. Bobo dan Upik tertawa geli. Untung Coreng jatuh di pasir, jadi tidak sakit.

Bobo dan Upik terus-menerus tertawa. Tapi Coreng merasa tak senang ditertawakan mereka. “Huh, aku tak mau main lagi!” katanya sambil menyepak ember-ember itu. Emak lalu menghiburnya. “Sudah, jangan marah! Engkau boleh membeli es krim.

Horee! Coreng senang sekali. Bobo dan Coreng segera lari ke tempat penjual es. Tapi mengapa tiba-tiba Upik marah? Oh, sebab Upik masih kecil dan masih pendek. Tangannya tak mencapai meja penjual es seperti Bobo dan Coreng.

Namun Upik tak kurang akal. Ia menumpuk ember itu tiga-tiga. Lalu memasang tumpukan ember itu pada kedua kakinya. “Hei, lihat si Upik!” bisik Emak kepada Bapak, “mau apa dia dengan ember-ember itu pada kakinya?”

Ketruk… ketrak… Upik berjalan beralaskan ember pada kakinya. Ha, kini dia sama tinggi dengan Bobo dan Coreng. Dan ia bisa mencapai meja penjual es. “Ah, Upik! Upik!” kata Emak dan Bapak sambil tertawa. Upik memang cerdik.

Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Vero. Ilustrasi: Rudi