Keputusan Terbaik

By Sylvana Toemon, Kamis, 22 Maret 2018 | 12:00 WIB
Keputusan terbaik (Sylvana Toemon)

Pangeran Vito telah berusia 21 tahun. Raja bermaksud menjodohkannya dengan putri kerajaan tetangga, yaitu Putri Grace. Akan tetapi Pangeran Vito menolak. Ia ingin mencari calon istri sendiri seperti dongeng Cinderela.

“Putri Grace itu cukup manis, cerdas, dan rajin. Kamu tidak akan menyesal berkenalan dengannya. Ia sudah dididik  dan disiapkan untuk menjadi istri putra mahkota,” demikian Raja menjelaskan.

Namun, Pangeran tetap berkeras. Ia ingin mengadakan pesta dansa dan mengundang seratus gadis tercantik dari masyarakat di negerinya. Saat itulah, Pangeran Vito akan melihat apakah ada yang berkenan di hatinya. Raja menyetujui gagasan itu.

Demikianlah, acara itu dilaksanakan. Pangeran mulai berdansa dengan beberapa gadis.

Namun, perhatian pangeran tertuju pada Anabela, seorang putri petani. Ia cantik alami, tanpa riasan wajah.  Kulitnya amat segar dan sehat, bibirnya merah delima, rambutnya hitam berkilau. Anabela tampak sangat ceria.

Seusai pesta, maka Pangeran  melaporkan soal Anabela. Raja menyuruh Pangeran mengundang Anabela untuk didik di istana. Sebagai  kalangan rakyat, banyak sekali yang harus dipelajari Anabela untuk menjadi istri Pangeran.

Maka di istana setiap hari Anabela arus belajar bahasa, tata krama, sejarah, politik, dan hal-hal lain yang diperlukan. Pangeran Vito sendiri sibuk dengan tugas-tugas kerajaan. Ia hanya bisa bertemu Anabela pada hari  Sabtu malam. Baru tiga hari di istana, Anabela sudah pusing. la tidak seceria biasanya.

Sore harinya, Anabela sedang melamun di kebun istana. Oh, betapa rindunya ia pulang ke desanya dan melakukan tugas sehari-hari, seperti membersihkan rumah, membuat kue, memerah susu sapi, merawat bunga. Pelajaran yang didapat tidak menarik minatnya. Bayangkan, cara berjalan, mengangguk, dan tersenyum saja ada caranya. Belum lagi bahasa asing yang bunyinya aneh!

Tiba-tiba seorang tukang kebun istana menyapanya. Namanya Ian.

“Halo, selamat sore. Pelayan baru, ya? Kenalan, yuk!” sapa Ian yang tidak tahu siapa Anabela.

Anabela tersenyum dan berkenalan dengan Ian. Ia tak menyebutkan siapa dirinya yang sebenarnya. Ternyata Ian  adalah pemuda yang menyenangkan.  la bercerita tentang banyak hal yang menarik perhatian Anabela. Misalnya tentang kebun percobaan di istana. Ia sedang menanam tomat yang bijinya sedikit, semangka yang berbentuk segi empat, mawar berwarna biru, dan sebagainya. Setiap petang Anabela bercakap-cakap dengan Ian dan merasa hatinya senang.

Pada hari Sabtu, Anabela bertemu dengan Pangeran Vito. Anabela harus mempraktikkan apa yang sudah diajarkan, yaitu memanggil Pangeran Vito dengan sebutan “Yang Mulia”.

Pangeran Vito bercerita bahwa ia gemar memancing dan berburu serta menonton pameran lukisan.

Anabela terdiam. la justru tak suka berburu atau memancing karena tak tega melihat binatang terkapar mati. Bayangkan hewan yang sebelumnya hidup, dapat bergerak bebas, tiba-tiba hanya menjadi seonggok daging tak berdaya. Ia juga tak senang melihat pameran lukisan. Tak ada lukisan pemandangan yang dapat menandingi alam ciptaan Tuhan. Tak ada lukisan bunga atau hewan yang lebih indah daripada hewan atau bunga asli.

Dalam hati, Anabela merasa heran. la lebih senang bercakap-cakap dengan Ian daripada dengan Pangeran Vito.  Akhirnya, pada hari ke-11 ia berada di istana, ia mendapat teguran dari Ibu Suri.

 

“Tak pantas seorang calon istri putra mahkota bercakap-cakap dengan tukang kebun! Mulai sekarang, janganlah lagi bercakap-cakap dengan dia. Dia pun akan dihukum bila kedapatan bercakap-cakap dengan kamu,” kata Ibu Suri.

Anabela mengiyakan. Namun, malam itu Anabela tak bisa tidur. Rasanya ia kehilangan Ian. Tiba-tiba ia mendengar gemerisik di luar kamar. Anabela keluar dan mendapati Ian di kegelapan malam.

“Ssst, aku hanya mau minta maaf. Aku tak tahu kamu calon istri Pangeran. Kupikir kamu ini pelayan baru,” kata Ian. “Mulai sekarang kita tak bisa bertemu lagi. Sekali lagi aku minta maaf.”

“Ian, kamu adalah temanku satu- satunya di sini. Sebetulnya aku lebih suka kembali ke desa menjadi gadis petani biasa daripada menjadi putri kerajaan. Aku bingung, apa yang harus kulakukan?”

“Sudahlah, aku tak bisa lama-lama.Terus terang, aku sendiri merasa kehilangan kamu. Yang penting, ambil keputusan yang terbaik bagi dirimu dan kebahagiaanmu. Sudah, ya, selamat tinggal,” kata Ian, lalu menghilang di kegelapan malam.

Anabela masuk ke kamar dan terus memikirkan kata-kata itu. Akhirnya ia memutuskan lebih baik ia menjadi gadis petani yang berbahagia seperti dulu daripada tinggal di istana, tetapi tidak berbahagia.

Maka esok harinya Anabela mengemukakan keputusannya dan pulang ke desanya. Pangeran Vito kehilangan calon istri dan akhirnya bersedia berkenalan dengan Putri Grace.

Enam bulan kemudian, dua pesta pernikahan dilangsungkan. Pangeran Vito menikah dengan Putri Grace yang ternyata lebih cocok dengannya. Di desanya, Anabela menikah dengan tukang kebun, Ian. Kedua pasangan itu hidup berbahagia.

Mungkin ada yang berpikir,  “Bodoh, ya Anabela? Lebih keren jadi istri putra makota, kan?”

Akan tetapi, bukankah masing- masing orang berhak menentukan apa yang terbaik bagi dirinya sendiri? Dan, Anabela telah mengambil keputusan terbaik.

Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Widya Suwarna.