Ukiran Maramowe dari Kamoro

By willa widiana, Senin, 28 Agustus 2017 | 08:13 WIB
Ukiran Maramowe dari Kamoro (willa widiana)

"Tak! Tok! Tak! Tok!" Bunyi pahat yang beradu dengan palu kayu terdengar nyaring dan menggema. Sesekali, terdengar suara eme dan nyanyian merdua para maramowe yang mengiringi proses mengukir patung.

Maramowe adalah sebutan bagi para pengukir dari Suku Kamoro yang tinggal di pesisir Mimika, Papua. Tidak sembarang orang bisa jadi maramowe. Mereka mendapat keahlian mengukir dari warisan nenek moyang.

Berbagai jenis ukiran dibuat oleh para maramowe dari Kamoro. Ada wemawe (patung orang), yamate (perisai), po (dayung), paru (mangkuk sagu), eme (gendang), dan mbitoro (totem leluhur). Wemawe, yang sering disebut juga iwamapaku, adalah bentuk yang paling banyak dibuat. Awalnya wemawe menggambarkan sosok leluhur. Jadi, sering diberi nama sesuai nama leluhur. Sekarang, wemawe ukuran besar biasa dipakai untuk hiasan luar ruangan, bahkan dijadikan tugu di lapangan.

Mbitoro atau totem leluhur juga banyak dibuat. Rumah adat tanpa mbitoro dianggap tidak sah. Mbitoro hanya boleh dibuat oleh maramowe di tempet tersembunyi, tidak boleh dilihat perempuan dan anak-anak. Perlu ada ritual khusus yang harus dilakukan. Biasanya, mbitoro dibuat dari kayu pohon mangi-mangi. Mbitoro diwarnai dengan warna alami dari kulit kerang, akar kayu, daun-daunan, dan arang. Orang-orang Kamoro percaya, mbitoro akan menjaga rumah dari bahaya dan kejahatan.

Untuk membuat ukiran, maramowe mengambil motif-motif alam. Misalnya berbagai bentuk burung, insang ikan, tulang, gigi, atau ular. Bentuk yang paling sering ditemukan dalam setiap ukiran Kamoro adalah bentuk mopere atau pusar, yang dianggap sebagai inti kehidupan orang Kamoro. Mopere juga melambangkan kesuburan bagi tumbuhan dan hasil panen.

Ketika mengukir secara berkelompok, sesekali para maramowe bergantian menabuh eme, sejenis gendang khas Suku Kamoro. Mereka menabuhnya sambil bernyanyi. Tabuhan ene dan nyanyian para maramowe bertujuan menghadirkan roh para leluhur. Juga memberikan hiburan supaya tidak bosan dan mengantuk.

Kini, semakin sedikit orang Komoro yang menjadi maramowe, terutama di kalangan anak muda. Semoga tradisi maramowe ini akan tetap lestari dan menjadi kekayaan bagi pertiwi.

Teks: Vero, Foto: Ricky Martin