Bobo baru saja selesai makan bubur. “Uh, kenyangnya!” ujar Bobo sambil memegangi perutnya. Tiba-tiba pintu terbuka. “Kamu sakit?” tanya Coreng. Coreng membawa tas dan berpakaian seperti jururawat. O, o, rupanya jururawat Coreng sedang mencari orang sakit!
“Aku tidak sakit, cuma kekenyangan makan bubur,” jawab Bobo. Coreng memegang nadi Bobo. “Ah, kau sakit!” kata Coreng. “Ayo kuobati!” Coreng menarik Bobo keluar dari dapur. “Lho, aku tidak apa-apa. Aku sehat!” tukas Bobo.
Namun Coreng tidak peduli. Ia menyandarkan Bobo pada tembok di ruang tamu. Diberinya Bobo bantal untuk bersandar. “Bersandarlah,” perintah Coreng. “Aku akan membebat kepalamu, supaya cepat sembuh!” Bobo tersenyum. “Lagakmu seperti jururawat sungguhan!”
Tak lama datang Tut Tut. “Hei, Tut!” sambut Coreng. “Tentunya kakimu sakit ya? Kau kan banyak berjalan-jalan dengan kereta apimu?” Tut Tut asal mengangguk saja. Maka Coreng segera membebat kaki Tut Tut juga.
Upik yang masuk ke ruangan tamu itu tidak luput diperiksa oleh Coreng. “Coba buka mulutmu, keluarkan lidahnya,” perintah Coreng. Dengan patuh Upik melakukan apa yang diperintahkan Coreng. “Nah, sekarang katakan, aaaa… yang panjang.”
Coreng sibuk sekali mengurus pasien-pasiennya. Ia tidak melihat kakinya terlilit oleh perban yang terserak di lantai. Coreng terpeleset. “Aduh!” Aih, kasihan. Jururawat Coreng jatuh di lantai. Coreng mengusap-usap lututnya yang terluka.
Bobo segera bangun, lalu menolong Coreng. Dengan cekatan ia mengeluarkan obat merah dan plester dari dalam tas Coreng. “Maru kuberi obat merah,” kata Bobo. “Nah, setelah ditutup dengan plester, sebentar lagi tentu sudah baik.” Coreng mengangguk sambil meringis.
Tiba-tiba pintu dibuka dan Emak masuk sambil membawa limun. “Nah, ini minuman segar untuk pasien yang sakit!” seru Emak. “Ya, untuk suster juga, Mak!” sahut Bobo. “Sebab sekarang jururawatnya juga sakit!” Ha, ha, ha, semua tertawa geli.
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Vero. Ilustrasi: Rudi