Suatu ketika, hiduplah seorang petani yang sangat cerdik. Suatu hari, saat ia sedang membajak sawah, datanglah seekor beruang dengan cakar teracung.
“Hei, petani! Aku akan melahapmu!” raung si Beruang.
“Tunggu! Jangan lakukan kekerasan di sini,” bujuk Petani. “Aku akan mengadakan perjanjian denganmu. Sekarang ini, aku sedang menabur benih di ladangku. Di saat benih-benih ini sudah masak, aku akan memberikan semua hasil panennya untukmu. Kecuali bagian akarnya.”
Beruang berpikir sejenak, dan ia setuju. Mendapat makanan satu ladang penuh, tentu lebih menguntungkan dibandingkan hanya melahap satu manusia.
Beruang akhirnya membiarkan Petani melakukan pekerjaannya dengan tenang. Setiap hari, Petani menyirami tanaman singkong. Ketika saatnya panen, Petani memberikan daun-daunan yang tumbuh di atas tanah kepada Beruang. Petani lalu menggali akarnya dan menjual singkong ke pasar.
Beruang menjadi kesal karena Petani mendapat banyak uang dari menjual akar.
“Kau sudah menipuku! Aku akan memakanmu sekarang juga!” raung Beruang.
“Jangan lakukan itu, Beruang!” kata Petani. “Aku baru saja menanam benih jagung. Pada saat tanaman ini siap dipanen, kamu boleh mengambil akar-akarnya. Biar aku yang mendapat bagian atasnya.”
Beruang pun setuju. Tak lama kemudian, tanaman jagung itu tumbuh. Petani mulai memanennya. Ia menjual jagung-jagung itu di pasar dan mendapat banyak uang. Terakhir, ia baru menyuruh Beruang untuk mengambil akar-akarnya.
Sekali lagi Beruang sadar, Petani telah mendapatkan keuntungan yang lebih banyak dari dirinya. Dengan sangat marah, ia berkata, “Kali ini, aku benar-benar akan memakanmu!”
Petani menatap Beruang dengan pasrah. “Jika kau ingin memakan aku, terserah saja. Tapi, biarkan aku menebar benih gandum dulu.”
Beruang itu setuju, dan kembali ke hutan untuk beristirahat.