Bangau Besar lalu mengambil senapan Mikita. Ia membidik dan menembakkan senapannya. Pelurunya mengenai cincin emas di cabang tertinggi. Kesebelas bangau-bangau itu lalu kembali ke istana dengan hati cemas. Ketika menginjak daratan, mereka kembali berubah menjadi sebelas Mikita.
Kesebelas Mikita itu tidak tahu, pada saat Bangau Besar menembakkan senapannya ke cincin di cabang tertinggi, cincin itu jatuh tepat di hidung Mikita! Inilah yang membuat Mikita terbangun. Ia menatap sekelilingnya dengan bingung. Ia melihat cincin emas itu di tanah, dan melihat ke teriknya matahari di langit.
Mikita asli segera sadar bahwa hari sudah pagi, dan Raja Vasil harus segera menyerahkan cincin pernikahannya pada Putri Pertama. Mikita segera mengambil cincin itu dan berlari ke istana. Karena setiap langkah kakinya berjarak tujuh ribu kilometer, tak lama kemudian ia sudah melewati sembilan gunung dan tiba di halaman depan istana.
Ia melompat ke arah jendela aula tempat Raja Vasil dan dua belas putri sedang berkumpul. Jendela kristal itu pecah dan tidak ada orang yang tahu apa penyebabnya, sebab Mikita masih memakai topi ajaibnya. Hanya Raja Vasil yang merasakan ada sesuatu di tangannya. Ia melihatnnya dan itu adalah sebentuk cincin emas!
Kesebelas putri berbahagia sebab Sang Raja berhasil menemukan cincin emas pernikahan untuk Putri Pertama. Putri Pertama juga terlihat bahagia dan tersenyum manis pada Sang Raja. Sekali lagi ia mengadakan pesta besar. Namun semua hanya tipuan. Sebenarnya ia sangat amarah.
Ketika pesta berakhir dan semua orang sedang tertidur, Putri Pertama lagi-lagi mengendap masuk ke kamar para Mikita. Ia berbisik di dekat mereka,
“Cincin emas itu tergantung di cabang pohon maple yang paling rendah.”
“Tidak!” jawab Mikita yang asli. “Cincin itu tergantung di cabang pohon ek hijau yang paling tinggi,” gumam Mikita yang asli, mengigau dalam tidurnya. Ia lalu mendengkur lagi.
Putri Pertama langsung tahu, itulah Mikita yang asli. Maka, ia berjinjit ke tempat tidur Mikita asli, dan menggigit hidung putra Pak Nikolai itu. Gigi Sang Putri seperti mutiara dan berbekas di hidung Mikita dengan indah. Putri Pertama lalu keluar dari kamar itu.
Ketika esok paginya, Mikita bangun dan melihat hidungnya telah digigit oleh Putri Pertama. Ia bangkit dari tempat tidurnya dan ingin menggigit Mikita-Mikita lain. Namun, aduh! Hanya Putri Pertama dan sebelas adiknya lah yang memiliki gigi mungil dan tajam seperti mutiara.
“Adik-adikku, aku perlu bantuan kalian. Putri Pertama telah menandai aku dengan menggigit hidungku. Aku dalam bahaya!” kata Mikita yang asli. “Pergilah menemui adik-adik Putri Pertama. Mintalah mereka menggigit hidung kalian juga!”
Maka, kebelas Mikita cepat-cepat menemui kesebelas adik Putri Pertama dan minta digigit di hidung. Ketika mereka semua berkumpul untuk sarapan, Putri Pertama menjadi sangat marah karena hidung keduabelas Mikita sama semua, ada bekas gigitan. Namun, Putri Pertama tak bisa melakukan apa-apa lagi. Ia sadar bahwa ia telah menemukan lawan yang lebih hebat dari dirinya, yaitu Mikita.