Sayur Tutut, dari Desa ke Kota

By Aan Madrus, Selasa, 24 Oktober 2017 | 04:31 WIB
Sayur tutut kuah original (Aan Madrus)

Ada siput atau keong yang hidup di perairan air tawar. Umumnya terlihat di sawah. Itulah keong sawah. Nama ilmiahnya Pila ampullaceal. Di daerah, hewan bercangkang ini ada yang menyebutnya kreco atau keong gondang. Sedangkan di Jawa Barat disebut tutut.

Daging tutut memiliki tekstur kenyal, hampir mirip dengan rempela ayam. Rasanya gurih. Enak sekali.

Makanan Desa

Dulu tutut merupakan makanan desa. Tutut biasanya diambil dari sawah oleh ibu-ibu buruh tani yang bertugas membersihkan tanaman liar di sawah. Mereka mencabut gulma, yaitu tanaman liar yang kecil-kecil seperti rumput dan eceng. Setelah dicabut, gulma akan diinjak hingga terbenam di dalam lumpur. Tanaman itu akan mati dan membusuk lalu menjadi pupuk buat tanaman padi. Jika Bu Tani menemukan tutut, tutut itu diambilnya lalu ditaruh dalam kantong.

Tutut menjadi penghasilan tambahan. Tutut dimasak menjadi lauk, teman nasi. Biasanya dimasak kuah kuning bersama dengan cangkangnya. Kalau mau dimakan, daging tutut disedot. Sroot … sroot!

Makanan Kota

Ternyata kandungan protein daging tutut itu cukup tinggi, begitu juga kalsium dan kandungan gizi lainnya. Daging tutut jadi naik “derajatnya.” Sekarang tutut tidak hanya dimakan di kampung, orang kota pun menyukainya.

Olahan tutut banyak dijual, baik di restoran sunda yang mewah maupun di gerobak-gerobak di pinggir jalan. Rasanya pun bervariasi. Selain kuah tutut original, ada tutut kuah santan, tutut lada hitam, atau tutut saus tiram. Makannya tidak lagi disedot, melainkan dicongkel dengan tusuk gigi.

Tahu enggak, makan tutut itu seru banget, lo. Congkel … nyam. Congkel … nyam! Apakah kamu sudah pernah mencicipinya?