Dahulu kala, Siput tidak pernah membawa-bawa rumahnya. Ia sangat bangga pada rumahnya itu.
Suatu hari, ia berjalan-jalan di hutan. la ingin tahu, apakah ada rumah yang lebih indah dari rumahnya. la mengintip rumah semut.
"Hihi, rumah Semut seperti gudang! Makanan di mana-mana," tawa Siput.
"Apa yang lucu?" tanya Tawon dari atas pohon. Siput mendongak dan melihat benda cokelat tergantung di dahan pohon.
"Mari mampir! Ini rumahku ," ajak Tawon.
"Astaga, rumahmu tergantung di sana?"
"lya. Rumahku ini terbuat dari lumpur dan..."
"Lumpur? Aku tak mau mampir di rumah lumpur!" potong Siput, lalu tertawa terpingkal pingkal. "Aduh, lucunya. Perutku sampai sakit!"
"Apa yang membuat perutmu sakit?" Tikus muncul dari semak-semak.
"Oh, Tikus! Aku ingin tahu, di mana rumahmu?" tanya Siput. Tak lupa ia menceritakan kejelekan rumah Semut dan Tawon.
Tikus menjawab dengan suara pelan, "Rumahku lebih buruk dari rumah mereka. Aku tinggal di dalam got."
"Got?" Siput memekik. Segera ia memencet hidungnya. "Gelap dan bau! Week! Aduh, sepertinya tak ada rumah yang lebih bagus dari rumahku!"
"Nngg-ngng, pergilah ke rumah Kepodang Emas!"
Tawon mendengung di udara.
"Siapa tahu rumahnya lebih bagus dari rumahmu!"
Wajah Siput memerah. Ia tak rela bila rumah Kepodang Emas lebih bagus dari rumahnya. Segera ia naik ke atas pohon dan masuk ke rumah Kepodang. Matanya terbelalak Rumah itu sangat indah terbuat dari anyaman rumput.
"Rumahku tentu tak seindah rumahmu," kata Kepodang Emas rendah hati.
Siput menjadi malu sekali. Ia cepat-cepat pergi. "Apakah rumah Kepodang seindah rumahmu?" tanya Semut ketika berpapasan.
Tawon mendengung dan Tikus mencicit. Siput merasa mereka menertawakan kecongkakannya. Sejak itu Siput malu keluar dari rumahnya. Agar tak bertemu siapa pun, ia selalu membawa rumahnya ke mana pun ia pergi.
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Lena D.