Kisah Uang Kain dari Kerajaan Buton

By willa widiana, Jumat, 10 November 2017 | 06:05 WIB
Kisah Uang Kain dari Kerajaan Buton (willa widiana)

Ternyata... uang tidak hanya berbentuk koin atau kertas, lo! Pada zaman dulu, kain juga bisa dijadikan uang. Seperti apa kisahnya?

Ribet

Setiap barang ada harganya. Asal punya uang, kita bisa membeli barang itu kapanpun kita mau. Tapi, zaman dulu tidak begitu. Orang yang punya barang harus melakukan barter dengan orang lain. Proses barter ini ternyata cukup meribetkan, lo.  Kisahnya begini...

Di suatu kampung ada warga yang beternak ayam dan ada warga yang menangkap ikan. Di kampung sebelah, ada orang yang punya kain. Si penangkap ikan datang ke kampung sebelah dan menawarkan ikannya supaya ditukar dengan kain. Namun, si pemilik  kain ingin ayam, bukan ikan. Nah, keribetan itulah yang dialami orang zaman dulu saat melakukan barter, termasuk orang-orang di sekitar Kerajaan Buton, Sulawesi Tenggara.

Baca juga: Kedatuan Sriwijaya, kerajaan Maritim yang Besar

Uang Kain

Melihat keribetan itu, Ratu Bulawambona pun menciptakan uang kain. Uang kain ini disebut Kampuna.  O iya, kain yang dijadikan uang adalah kain tenun yang dibuat oleh pihak kerajaan. Di daerah ini, kain tenun yang dibuat oleh kerajaan termasuk barang berharga. Jadi, Teman-teman jangan heran kalau orang di daerah ini menjadikan kain sebagai uang, bukan emas atau logam.

Corak

Setiap kain punya corak yang berbeda-beda. Corak yang ada pada uang kain itu ditentukan oleh Menteri Besar Kerajaan Buton. Supaya tidak dipalsukan, uang kain ini diberi kode rahasia. Jika ada orang yang memalsukan uang kain ini, ia akan dihukum pancung oleh Sang Ratu.

Tahukah Kamu?

Uang kain ini telah punah sejak tahun 1940. Uang kain ini punah karena kolnial Belanda menggantinya dengan uang logambelanda. Kini, uang kain hanya bisa dilihat di museum, seperti Museum Nasional, Museum Bank Indonesia, dan Museum Mpu Tantular.

Teks: Rna/Willa, Ilustrasi: Ode