Misteri Katak Hijau Kecil (Bag. 3)

By Vanda Parengkuan, Kamis, 5 April 2018 | 12:00 WIB
Misteri Katak Hijau Kecil (Bag. 3) (Vanda Parengkuan)

Gadis itu lalu mengajak Pangeran Saphir masuk ke istananya. Mereka berdua saling menceritakan kejadian aneh yang terjadi pada mereka selama ini. Pangeran Saphir sangat lega setelah tahu bahwa gadis itu melihat wajah Pangeran Saphir di cermin.

Setelah cukup lama saling bercerita, Pangeran Saphir tak dapat menahan rasa penasarannya. Ia bertanya tentang kolam mata air yang hilang. Juga tentang katak hijau kecil pemarah, tetapi baik hati dan telah menolongnya. Pangeran Saphir juga bingung, karena burung yang dibawanya masih saja tertidur nyenyak.

“Ah, Pangeran… ketahuilah, akulah katak hijau kecil yang pemarah itu!” kata gadis itu malu. Ia lalu menceritakan kisahnya.

“Selama ini, aku tumbuh dewasa tanpa tahu nama kedua orang tuaku. Juga tak tahu dari daerah asalku. Yang aku tahu, hanya namaku, Serpentine. Para peri menjagaku sejak aku lahir. Mereka tidak bercerita tentang keluargaku. Tetapi mereka mendidik dan memeliharaku dengan baik. Aku selalu hidup sendirian. Namun dua tahun terakhir ini, aku memiliki cermin ajaib. Di cermin itulah aku sering melihatmu dan merasa memiliki teman…” kata Serpentine.

Pangeran Saphir terpukau mendengar cerita gadis itu.

“Jadi, kamu hidup bersama para peri?” tanyanya heran.

Serpentine mengangguk. Ia bercerita bahwa para peri itulah yang mengubahnya menjadi katak hijau kecil. Mereka juga yang mengubah istana kecil itu menjadi kolam mata air. Mereka meminta Serpentine memberikan perintah-perintah seperti yang tadi ia ucapkan pada Pangeran Saphir. 

“Kata para peri, hanya kau yang bisa mendapatkan burung itu. Aku ingin kau berhasil, itu sebabnya aku marah saat kau gagal. Lagipula, kalau kau gagal mengambil burung itu, peri-peri itu akan membiarkan aku menjadi katak selamanya…” cerita Sepentine. “Tapi aku tidak tahu, untuk apa kau mencari burung itu?” tanya Serpentine lagi. 

Pangeran Saphir menjelaskan, ayahnya, Raja Peridor, sangat mencintai burung itu. Hanya burung cantik itu yang bisa membuat ayahnya pulih dari sakit. Saat burung itu terbang pergi, ayahnya kembali jath sakit. Mendengar cerita ini, Serpentine menjadi sangat sedih. Matanya berlinang air mata. 

“Ah, maafkan aku, Pangeran…” katanya dengan sopan. “Aku hanya melihat Pangeran di cermin, sehingga tak tahu kalau Tuanku adalah Pangeran. Sementara aku, hanyalah gadis yang tak tahu berasal dari mana,” katanya lagi dengan sedih.

Pangeran Saphir tersenyum. “Kita telah lama berteman lewat cermin. Dalam pertemanan, tidak perlu melihat dari mana asal kita,” kata Pangeran Saphir.

Tiba-tiba saja, muncul salah satu peri pelindung bersama seorang wanita setengah baya yang cantik di tempat itu.