Mengenal Tari Perang dari Nias

By Cirana Merisa, Senin, 27 November 2017 | 10:35 WIB
Gerakan tariannya sangat menarik dengan hentakan kaki dan ayunan tombak. (Cirana Merisa)

Teman-teman tahu Pulau Nias? Pulau yang terletak di Sumatera Utara ini memiliki beberapa kesenian tradisional, salah satunya adalah Tari Perang.

Tari Perang

Tari ini menceritakan tentang perang antardesa. Setiap daerah di Pulau Nias memiliki jalan ceritanya masing-masing. Namun jalan cerita yang paling terkenal adalah tentang perang antara Desa Orahili Fau dan Desa Bawomataluo.

Sejarah Tarian

Pada tahun 1863, Belanda menyerang Desa Orahili Fau sehingga warga melarikan diri ke Desa Majine, termasuk 4 orang kakak beradik. Setelah beberapa tahun, 3 orang kakak beradik itu kembali ke Desa Orahili Fau, sedangkan yang 1 lagi tetap tinggal di Desa Majine. 3 kakak beradik itu takut kalau Belanda akan menyerang lagi sehingga mereka mendirikan desa baru di dekat situ dan diberi nama Desa Bawomataluo.

Baca juga: Tari-Tarian di Nias Selatan

Setelah beberapa tahun, dua kakak beradik yang paling muda memilih kembali ke Desa Orahili Fau, sedangkan si kakak tetap tinggal di Desa Bawomataluo. Karena rumah adat di desa asal mereka sudah dihancurkan Belanda, akhirnya mereka memutuskan untuk membangun rumah adat besar di masing-masing desa.

Dimulai dari Desa Bawomataluo, kakak beradik ini bergotong royong membangun rumah adat besar. Saat membangun rumah adat besar di Desa Orahili Fau, si kakak dari Desa Bawomataluo malah pergi berburu dan tidak ikut gotong royong. Si adik yang menunggu kedatangan kakaknya untuk ikut bergotong royong menjadi kesal karena kakaknya tidak kembali. Di sinilah awal mula terjadinya perang antardesa.

Baca juga: Tari Maena, Tari Kegembiraan dari Nias

Perlengkapan Tari

Para penari memakan seragam tari yang khas. Pada pertunjukan tari, mereka menggunakan pakaian dari bahan kain. Namun kalau di Desa Orahili Fau dan di Desa Bawomataluo yang sampai sekarang masih ada, para penarinya akan memakai pakaian yang terbuat dari kulit kayu asli berwarna coklat, lo. Bahkan ada yang memakai baju dari bahan ijuk. Wah, pasti rasanya kaku dan kasar.

Para penari juga menggunakan topi perang dan alas kaki yang terbuat dari sabut kelapa. Mereka membawa perisai dan lembing sebagai perlengkapan perang. Perisai terbuat dari besi asli, tapi lembingnya tidak tajam karena takut melukai penonton di sekitar penari.

Baca juga: Tari Gambyong, Tarian Tradisional dari Surakarta

Pertunjukan Tari

Tarian ini dimainkan sebagai salah satu kesenian tradisional asal Nias untuk mengenang bahwa dahulu telah terjadi perang antardesa. Tak hanya di Nias, tarian ini sudah cukup terkenal ke seluruh Indonesia, bahkan ke luar negeri, lo.

Gerakan tariannya sangat menarik dengan hentakan kaki dan ayunan tombak yang diiring oleh musik. Gerakannya menggambarkan semangat para ksatria dalam mempertahankan desa mereka dari serangan musuh.