Huruf ‘oe’ menjadi ‘u’. Misalnya, kata ‘goeroe’ menjadi ‘guru’. Lalu ada juga bunyi hamzah atau bunyi sentak, yang sebelumnya dinyatakan dengan tanda (‘), ditulis menjadi ‘k’. Misalnya pada kata-kata tak, pak, dan maklum.
Baca juga : Apakah Bahasa Indonesia = Bahasa Melayu?
Selain itu, kata ulang boleh ditulisan dengan angka 2. Misalnya ubur-ubur menjadi ubur2, bermain-main menjadi ber-main2, dan kebarat-baratan menjadi ke-barat2-an.
Ada lagi awalan ‘di-’ dan kata depan ‘di’, dituliskan serangkai dengan kata yang mengikutinya. Kata depan ‘di’ yang menunjukkan kata keterangan tempat, misalnya dirumah atau disawah.
Kata itu tidak dibedakan dengan imbuhan ‘di-‘ yang menunjukkan kata kerja seperti pada kata dibeli atau dimakan. Kedua imbuhan ‘di-‘ ini sama-sama disambung dengan kata yang mengikutinya.
Setelah Itu, Muncul Ejaan yang Disempurnakan
Lalu, pada tanggal 26 Desember 1960, Pak Suwandi meninggal dunia. Delapan tahun setelah itu, Ejaan Soewandi pun berganti menjadi Ejaan yang Disempurnakan (EYD) hingga sekarang.
Sumber : Intisari.grid.id