Bobo.id - Pernahkah teman-teman dibohongi teman atau orang lain? Wah, pasti rasanya tidak enak.
Berbohong memang bisa merugikan orang lain. Karena itu, tetaplah berkata dan berbuat jujur, ya. O iya, selain merugikan orang lain, ternyata berbohong juga bisa mengganggu kesehatan otak, lo!
Baca Juga : Bukan Ular, Ternyata Ubur-Ubur Kotak Menjadi Hewan Paling Beracun
Mengganggu Otak
Menurut ahli, ketika selesai berbohong, tubuh akan melepaskan hormon yang berhubungan dengan stress, yaitu kortisol.
Lalu, otak pun harus bekerja keras untuk membedakan mana kebenaran dan kebohongan. Ketika bingung sulit membedakan, hal ini pun bisa menimbulkan kemarahan.
Diikuti oleh Stress
Secara sadar maupun tidak, berbohong membuat kita merasa khawatir, terutama “khawatir jika ketahuan berbohong”.
Sekitar 72 jam setelah berbohong, hormon stres masih terus dilepaskan ke otak.
Kekhawatiran yang mengakibatkan stress berkepanjangan akhirnya menyebabkan pola hidup kita berubah, seperti susah tidur, tidak nafsu makan, malas bergerak, dan lain-lain.
Kesehatan Memburuk
Akibat dari stress dan perubahan pola hidup, nantinya akan berdampak pada kesehatan, seperti tekanan darah tinggi, sakit kepala, kram, dan mual-mual.
Pada kesehatan mental pun, juga berpotensi menyebabkan depresi yang membuat kita merasa tidak nyaman.
Baca Juga : Punya Banyak Manfaat Kesehatan, Cari Tahu Tentang Jamur Lingzhi, yuk!
Kasihan, kan, otak kita jadi bingung. Lalu, kesehatan fisik dan mental pun jadi terganggu jika berbohong.
Ada 3 Jenis Pembohong
Tahukah teman-teman? Ternyata Pembohong ada berbagai macam jenis, lo. Inilah tiga jenis pembohong.
Pembohong Patologis
Pembohong patologis adalah orang yang sudah punya rencana untuk berbohong.
Jadi, pembohong patologis sudah tahu siapa saja yang akan mereka bohongi dan hal apa yang akan mereka palsukan.
O iya, pembohong patologis berbohong untuk melancarkan keinginannya.
Misalnya, Si A akan berbohong kepada temannya supaya tidak ikut latihan sepak bola.
Jika berhasil membohongi temannya, ia akan main PS sendirian di kamar. Itu contoh perilaku pembohong patologis.
Pembohong Komplusif
Orang yang masuk ke dalam pembohong komplusif biasanya sudah terbiasa berbohong.
Jadi, mereka bisa berbohong tanpa harus merencanakannya. Orang seperti ini biasanya berbohong karena tidak mau kalah dengan orang lain.
Contohnya begini, saat bertemu dengan temannya, pembohong komplusif tidak punya keinginan untuk berbohong.
Namun, setelah mengobrol, ia kesal dan tidak mau kalah dari temannya. Akhirnya, ia pun berbohong kepada temannya itu.
"Ketagihan" Berbohong
Saat pertama kali berbohong, mungkin kita akan berhasil.
Namun, lama kelamaan orang lain pasti akan curiga. Supaya kebohongan yang pertama tidak diketahui orang lain, beberapa orang akan berbohong untuk kedua kalinya.
Baca Juga : Wah, Ternyata Ini yang Akan Terjadi pada Kita Kalau Sering Berbohong
Jika sudah begitu, orang itu akan berbohong terus menerus dan sulit untuk berkata jujur. Hal itu tentu sangat tidak baik, teman-teman.
Apakah Bisa Dihentikan?
Seseorang yang suka berbohong akan sulit mengubah kebiasaannya itu.
Mereka baru akan berubah saat kebohongannya diketahui orang lain atau kebohongannya berdampak buruk kepada dirinya.
(Penulis: Putri Puspita/Iveta/Yomi)
Lihat juga video ini, yuk!
Penulis | : | Iveta Rahmalia |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR