Bobo.id - Apakah teman-teman ketinggalan tayangan Belajar dari Rumah mengenai sejarah Kerajaan Tarumanegara?
Tenang saja, kita simak ringkasan dan soal mengenai Kerajaan Tarumanegara, yuk!
Keberadaan Kerajaan Tarumanegara
Tarumanegara adalah kerajaan Hindu tertua kedua di Indonesia, nih, teman-teman.
Kerajaan ini diketahui terletak di wilayah Jawa Barat.
Nama dari Kerajaan Tarumanegara berasal dari dua kata, yaitu Taruma, yang berarti tarum atau nila, merupakan nama sebuah sungai yang membelah Jawa Barat.
Baca Juga: Perjanjian Saragosa, Hasil Pertikaian Portugis dan Spanyol Memperebutkan Wilayah Indonesia
Lalu kata berikutnya adalah Nagara, yang berarti kerajaan atau negara.
Keberadaan mengenai Kerjaan Tarumanegara juga pernah tercatat dalam berita Tiongkok, lo.
Dalam berita itu, disebutkan To-Lo-Mo, atau Tarumanegara.
Baca Juga: Sejarah Candi Borobudur, Salah Satu Situs Budaya di Indonesia
Berita ini berdasarkan atas beberapa kali kunjungan pasukan Kerajaan Tarumanegara ke Tiongkok.
Kunjungan yang dilakukan tahun 528, 538, 665, dan 666 Masehi ini dilakukan sebagai kunjungan persahabatan.
Pendiri Kerajaan Tarumanegara
Tercatat, agama yang dianut oleh masyarakat Kerajaan Tarumanegara adalah Hindu.
Hal ini berdasarkan kabar dari Gunawarman, seorang pendeta dari Khasmir.
Kerajaan Tarumanegara sendiri didirikan oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman di tahun 358 - 382 Masehi.
Kerajaan Tarumanegara terletak di tepi Sungai Citarum, yang saat ini termasuk dalam wilayah Kabupaten Lebak, Banten.
Baca Juga: Ada 7 Hari dalam Seminggu, dari Mana Asal Penentuan Jumlah Hari?
Rajadiguru Jayasingawarman merupakan seorang maharesi, atau pendeta yang mulia, dari wilayah Salankayana, India.
Keberadaan Singawarman di Indonesia disebabkan karena mengungsi saat daerahnya diserang dan ditaklukkan oleh Kerajaan Magadha.
Nah, setelah Singawarman meninggal, kepemimpinan Kerajaan Tarumanegara digantikan oleh anaknya, yaitu Dharmayawarman.
Baca Juga: Apa Makna dari Tumpak Tiang Masjid Agung Banten yang Berbentuk Labu? Yuk, Cari Tahu!
Pemerintahan oleh Dharmayawarman berlangsung dari tahun 382 - 395 Masehi.
Namun kepemimpinan Dharmayawarman tidak banyak tercatat dalam sejarah, hanya tercatat di Wansakerta, naskah yang mencatat kerajaan-kerajaan di Indonesia.
Masa Kejayaan Kerajaan Tarumanegara
Kerajaan Tarumanegara mencapai masa kejayaannya pada masa pemerintahan Purnawarman.
Pada masa pemerintahannya, Purnawarman membangun beberapa sungai dan pelabuhan sebagai sarana perekonomian.
Purnawarman melakukan banyak perbaikan sungai, seperti Kali Gangga, hingga Sungai Ciguba di daerah Cirebon.
Di tahun 419, Purnawarman juga memerintahkan untuk memperdalam Sungai Citarum, yang merupakan sungai terbesar di Kerajaan Tarumanegara.
Hal ini membuat kerajaan semakin kuat, dan pembangunan sungai juga membangkitkan pertanian serta perdagangan.
Baca Juga: Sejarah Pala, Rempah yang Pernah Dihargai Sama dengan 7 Ekor Lembu Gemuk
Peninggalan Berupa Prasasti Membuktikan Keberadaan Kerajaan Tarumanegara
Keberadaan Kerajaan Tarumanegara ini dibuktikan dengan penemuan peninggalan Kerajaan Tarumanegara.
Peninggalan ini berupa prasasti yang ditemukan di berbagai wilayah pemerintahan Kerajaan Tarumanegara.
Ditemukan tujuh prasasti, yaitu Prasasti Tugu, Prasasti Kebon Kopi, Prasasti Cidanghiyang, Prasasti Jambu, Prasasti Ciaruteun, Prasasti Pasir Awi, dan Prasasti Muara Cianten.
Baca Juga: Hadapi Rintangan Sulit, Ini Kisah Orang Pertama yang Berhasil ke Kutub Selatan
Penemuan prasasti ini merupakan hal yang penting, teman-teman.
Sebabnya, dalam prasasti ini dituliskan berbagai sejarah mengenai Kerajaan Tarumanegara.
Seperti kepemimpinan para rajanya, hingga tapak kaki gajah yang dianggap sebagai gajah tunggangan dewa.
Masa Keruntuhan Kerajaan Tarumanegara
Meski Kerajaan Tarumanegara mengalami masa kejayaan di pemerintahan Purnawarman, akhirnya kerajaan ini harus mengalami kemunduran.
Masa kemunduran Kerajaan Tarumanegara terjadi di masa pemerintahan Sudawarman.
Salah satu faktornya adalah karena pemberian pemerintahan sendiri atau otonomi daerah kepada kerajaan bawahan.
Sayangnya, pemberian kekuasaan ini tidak disertai dengan dukungan dan pengawasan yang baik, nih.
Baca Juga: Orang Zaman Dulu Jarang Tersenyum dalam Foto, Mengapa Begitu, ya?
Akibatnya, para raja bawahan meraasa tidak dilindungi dan diawasi.
Selain itu, kehancuran Kerajaan Tarumanegara juga disebabkan oleh adanya kerajaan pesaing Tarumanegara, yaitu Kerajaan Galuh.
Akibatnya, terjadi pemberontakan yang menyebabkan Kerajaan Tarumanegara menjadi terpecah.
Kerajaan Tarumanegara terpecah menjadi dua, yaitu Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh.
Kerajaan Sunda yang merupakan kelanjutan Tarumanegara dipimpin oleh Tarusbawa, sedangkan Kerajaan Galuh dipimpin oleh Wretikandayun.
Soal dan pembahasan:
1. Jelaskan sejarah berdirinya Kerajaan Tarumanegara!
Kerajaan Tarumanegara didirikan oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman di tahun 358 - 382 Masehi.
Kerajaan Tarumanegara terletak di tepi Sungai Citarum, yang saat ini termasuk dalam wilayah Kabupaten Lebak, Banten.
Rajadiguru Jayasingawarman merupakan seorang maharesi, atau pendeta yang mulia, dari wilayah Salankayana, India.
2. Jelaskan yang menjadi bukti berdirinya Kerajaan Tarumanegara!
Sejarah berdirinya Kerajaan Tarumanegara tercatat dalam peninggalan Kerajaan Tarumanegara, berupa prasasti.
Ditemukan tujuh prasasti, yaitu Prasasti Tugu, Prasasti Kebon Kopi, Prasasti Cidanghiyang, Prasasti Jambu, Prasasti Ciaruteun, Prasasti Pasir Awi, dan Prasasti Muara Cianten.
Penemuan prasasti ini menjadi penting karena merupakan bukti sejarah berdirinya Kerajaan Tarumanegara dan kepemimpinan para rajanya.
Baca Juga: Peninggalan Kerajaan Tarumanegara Berupa Prasasti, Apa Saja, ya, Prasastinya?
-----
Teman-teman, kalau ingin tahu lebih banyak tentang sains, dongeng fantasi, cerita misteri, dunia satwa dan komik yang kocak, langsung saja berlangganan majalah Bobo, Mombi SD, NG Kids dan Album Donal Bebek. Tinggal klik di https://www.gridstore.id
Lihat video ini juga, yuk!
Bisa Mengisi Waktu Liburan, Playground Berbasis Sains Interaktif Hadir di Indonesia!
Penulis | : | Tyas Wening |
Editor | : | Avisena Ashari |
KOMENTAR