Bobo.id - Seperti apa keadaan ekonomi Indonesia pada masa demokrasi parlementer? Apakah teman-teman ada yang tahu?
Masa demokrasi parlementer terjadi setelah Indonesia merdeka, tepatnya antara tahun 1950 hingga 1959.
Pada masa ini, situasi politik yang belum stabil sangat memengaruhi kondisi ekonomi. Akibatnya, ekonomi Indonesia saat itu pun belum bisa berkembang dengan baik.
Di awal masa ini, pemerintah Indonesia menghadapi banyak tantangan untuk membangun ekonomi negara yang baru merdeka dari penjajahan Belanda.
Keadaan ekonomi saat itu masih sangat lemah. Inflasi atau kenaikan harga-harga cukup tinggi, dan jumlah pengangguran juga banyak.
Pemerintah dihadapkan pada dua jenis masalah ekonomi: masalah jangka pendek dan masalah jangka panjang.
Masalah jangka pendeknya adalah jumlah uang yang terlalu banyak beredar dan biaya hidup yang terus meningkat.
Sedangkan masalah jangka panjangnya adalah jumlah penduduk yang terus bertambah dan tingkat kesejahteraan rakyat yang masih rendah.
Apa saja yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah ekonomi ini?
Yuk, kita cari tahu di artikel ini!
Kebijakan Pemerintah dalam Mengatasi Krisis Ekonomi di Masa Demokrasi Parlementer
Baca Juga: Apa Saja Kebijakan yang Dibuat pada Masa Penjajahan Jepang
1. Gunting Syafruddin
Pada 20 Maret 1950, Menteri Keuangan saat itu dijabat oleh Syafruddin Prawiranegara, membuat kebijakan yang cukup unik, yaitu "Gunting Syafruddin".
Melalui kebijakan ini, nilai uang kertas yang nominalnya Rp2,50 ke atas dipotong menjadi setengahnya.
Tujuannya adalah untuk mengurangi jumlah uang yang beredar terlalu banyak di masyarakat.
Langkah ini cukup berhasil membantu mengendalikan inflasi yang tinggi saat itu.
2. Gerakan Benteng
Pernah dengar tentang "Gerakan Benteng"? Ini adalah salah satu program pemerintah untuk memperkuat perekonomian nasional.
Tujuannya adalah mengganti sistem ekonomi kolonial warisan Belanda yang didominasi oleh perusahaan asing, menjadi sistem ekonomi yang dikuasai oleh bangsa sendiri.
Sayangnya, banyak pengusaha Indonesia yang saat itu belum siap bersaing dengan perusahaan asing, sehingga program ini belum berjalan sesuai harapan.
3. Finek (Finansial Ekonomi)
Pada masa Kabinet Burhanuddin Harahap, Indonesia mengirim delegasi ke Belanda untuk membicarakan kerja sama ekonomi, yang dikenal dengan istilah Finek.
Baca Juga: Apa Saja Kebijakan Pembangunan yang Diterapkan di Masa Orde Baru?
Namun sayangnya, usulan dari pihak Indonesia ditolak oleh Belanda. Karena itu, pemerintah Indonesia akhirnya mengambil langkah sepihak.
Pada 13 Februari 1956, Indonesia resmi membubarkan Uni Indonesia-Belanda. Tujuannya adalah agar Indonesia bisa lepas dari ketergantungan ekonomi terhadap Belanda.
Akibatnya, banyak pengusaha Belanda menjual perusahaannya di Indonesia. Sayangnya, pengusaha lokal belum banyak yang mampu mengambil alih perusahaan-perusahaan itu.
4. Nasionalisasi Perusahaan Asing
Langkah berikutnya yang diambil pemerintah adalah mengambil alih atau menasionalisasi perusahaan-perusahaan asing, terutama milik Belanda.
Perusahaan-perusahaan ini kemudian menjadi milik negara dan dikelola oleh pemerintah Indonesia.
Langkah ini menjadi salah satu usaha penting untuk memperkuat kendali bangsa sendiri atas sumber daya ekonomi.
Itulah beberapa upaya yang pernah dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk memperbaiki kondisi ekonomi pada masa demokrasi parlementer.
Meskipun tidak semua berhasil secara maksimal, usaha-usaha itu menunjukkan bahwa pemerintah terus berusaha memperjuangkan kemajuan ekonomi bangsa.
Sumber: Buku Ilmu Pengetahuan Sosial untuk SMP Kelas VIII. Penulis: Supardi, dkk.
Baca Juga: Macam-macam Kebijakan Kolonialisme di Bidang Ekonomi, Materi IPS
----
Lihat juga video ini, yuk!
----
Ingin tahu lebih banyak tentang pengetahuan seru lainnya, dongeng fantasi, cerita bergambar, cerita misteri, dan cerita lainnya? Teman-teman bisa berlangganan Majalah Bobo.
Penulis | : | Sarah Nafisah |
Editor | : | Sarah Nafisah |
KOMENTAR