Pesta lomban merupakan salah satu budaya khas Jepara. Pesta lomban merupakan kesempatan bagi para nelayan untuk bersenang-senang dalam merayakan Idul Fitri.
Lebih dari Satu Abad
Pesta lomban telah berlangsung lebih dari 1 (satu) abad. Berita ini bersumber dari tulisan tentang lomban yang dimuat dalam kalawarti/majalah berbahasa Melayu bernama Slompret Melayu yang terbit di Semarang. Diceritakan dalam pemberitaan tersebut, bahwa pusat keramaian pada waktu itu berlangsung di Teluk Jepara dan berakhir di Pulau Kelor. Pulau Kelor sekarang adalah komplek Pantai Kartini atau taman rekreasi Pantai Kartini yang kala itu masih terpisah dengan daratan di Jepara.
Hari-hari Persiapan
Dua atau tiga hari sebelum pesta lomban berlangsung, pasar-pasar di kota Jepara tampak ramai seperti ketika menjelang Hari Raya Idul Fitri. Ibu-ibu rumah tangga sibuk mempersiapkan pesta lomban sebagai hari raya kedua. Pedagang bungkusan kupat dengan janur (bahan pembuat kupat dan lepet) juga menjajakan ayam guna melengkapi lauk pauknya.
Malam hari sebelum acara pesta lomban berlangsung, biasanya diadakan pagelaran wayang kulit semalam suntuk. Pada saat pesta lomban berlangsung semua pasar di Jepara tutup. Tidak ada pedagang yang berjualan. Semuanya berbondong-bondong ke Pantai Kartini. Pesta lomban dimulai sejak pukul 06.00 WIB, dimulai dengan upacara pelepasan sesaji dari TPI Jobokuto.
Sesaji
Upacara ini dipimpin oleh pemuka agama Desa Jobokuto dan dihadiri oleh Bapak Bupati Jepara dan para pejabat lainnya. Sesaji itu berupa kepala kerbau, sepasang kupat dan lepet, bubur merah putih, jajan pasar, arang-arang kambong (beras digoreng), nasi yang diatasnya ditutupi ikan, jajan pasar, ayam dekeman (ingkung), dan kembang boreh/setaman. Setelah dilepas dengan doa, sesaji ini dilarung ke tengah lautan.
Pelarungan
Tradisi pelarungan sesaji ini dimulai sejak Haji Sidik yang kala itu menjabat Kepala Desa Ujungbatu sekitar tahun 1920. Maksud dari upacara pelarungan ini adalah sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada Tuhan yang melimpahkan rezeki dan keselamatan kepada warga masyarakat nelayan selama setahun dan berharap pula berkah untuk masa depan. Sementara sesaji dilarung ke tengah lautan, para peserta pesta lomban menuju ke Teluk Jepara untuk bersiap melakukan perang laut dengan amunisi beragam macam ketupat dan lepet tersebut.
Suasana Perang
Pesta lomban dari dulu memang saat-saat yang menggembirakan bagi masyarakat warga nelayan di Jepara. Pesta ini dimulai pada pagi hari. Penduduk peserta lomban telah bangun dan menuju perahunya masing-masing. Mereka mempersiapkan amunisi guna dipergunakan dalam “Perang Teluk Jepara”, baik amunisi logistik berupa minuman dan makanan maupun amunisi perang berupa ketupat, lepet dan kolang kaling. Selain itu dibawa juga petasan sehingga suasananya ibarat perang.
Bunyi petasan yang memekakkan telinga dan peluncuran “peluru” kupat dan lepet dari satu perahu ke perahu yang lain. Saat “Perang Teluk” berlangsung dimeriahkan dengan gamelan kebogiro. Seusai pertempuran para peserta pesta lomban bersama-sama mendarat ke Pulau Kelor untuk makan bekalnya masing-masing. Sebelum sore hari pesta lomban pun berakhir.
Sumber: ugm.ac.id
Penulis | : | Putri Puspita |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR