“Tuan Omongkosong! Psst... Tuan Omongkosong! Sini!” panggil Dito.
Tirai di belakang tempat tidur Dito bergerak-gerak. Tuan Omongkosong muncul dari balik tirai. Dia membuka topi birunya dan membungkuk. Lalu, dia menghidupkan lampu duduk yang ada di sebelah tempat tidur.
“Ada apa, Dito?”
“Aku tidak bisa tidur karena aku takut!”
“Takut apa, Dito?”
Dito terbaring sambil menutup kepalanya dengan selimut.
“Aku takut pada naga! Aku melihat gambar naga di buku. Dia menyemburkan api dari mulutnya. Seram sekali!”
Tuan Omongkosong tertawa lalu koprol.
“Ha ha ha... Dito! Naga tidak selalu menyeramkan! Bagaimana kalau aku memperlihatkan seekor naga kepadamu? Kebetulan malam ini di balik tirai ada seekor. Dia baik, lo. Hanya saja jangan membuatnya terkejut. Yuk, kita lihat!”
Sebenarnya Dito merasa seram. Namun, bersama Tuan Omongkosong dia berjalan ke balik tirai. Mula-mula, mereka merasa berjalan menembus kabut kelabu. Lalu, tiba-tiba mereka berada di tengah padang rumput yang luas. Matahari bersinar terang. Bunga-bunga berkembang dan burung-burung bersiul. Di tengah padang rumput, ada seekor naga hijau yang besaaar sekali. Mungkin sebesar rumah!
Naga itu sedang menangis tersedu-sedu. Dito tidak merasa takut lagi. Naga yang menangis, tidak berbahaya, bukan? Malah kasihan. Mereka mendekati naga. Wauw, air mata naga besar-besar, sekali, lo!
“Ada apa, Naga?” tanya Tuan Omongkosong.
“Kueku,” sahut Naga terisak-isak. “Aku punya kue yang bagus dan bundar. Sekarang, kue itu pecah!”
Di tanah memang ada pecahan kue.Tuan Omongkosong dan Dito saling memandang. Kasihan, ya, si Naga, kuenya pecah!
“Kau mau kue yang lain?” tanya Tuan Omongkosong.
“Tidak...,” tangis Naga. “Aku cuma suka kue itu.”
“Kau mau kuelus-elus?” tanya Dito, “Barangkali rasa sedihmu berkurang!”
“Barangkali, iya,” sahut Naga. “Aku tak pernah dielus-elus, kecuali sekali-sekali oleh ibuku!”
Pelan-pelan Dito mengelus Naga. “Hmmm... enak juga,” kata Naga,
“Sekarang, aku tak ingin menangis lagi!”
“Nah!” seru Dito senang. “Terima kasih, ya!” kata Naga dengan gembira, “Sekarang, aku mesti segera pulang ke tempat ibuku.”
Naga mengembangkan sayap dan terbang. Tinggi di langit dia menyemburkan api.
“Nah, kau tidak takut lagi, kan?” kata Tuan Omongkosong.
Memang Dito tidak lagi takut tidur, ketika mereka kembali ke kamamya. la memadamkan lampu. Namun, Dito masih bangun untuk beberapa saat. Dia mengingat naga yang menangis tadi.
Papa Dito masuk ke kamar. “Belum tidur, Dito?” tanya Papa Dito.
“Aku baru saja mengelus-elus naga, Papa?” ujar Dito.
“Bagus! Bagus! Tetapi, sekarang kau harus tidur, sudah malam!”
“Selamat malam, Papa!”
“Ya, selamat malam, Dito!”
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Tineke Latumeten
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR