“Tik, tik, tik...!” suara hujan di kaca jendela. Makin lama makin keras. Bulan bersembunyi di balik awan.
“Uuh,” pikir Dito, “kalau hujannya tambah deras, kaca jendelaku bisa pecah!”
Tirai bergerak-gerak. Ada suara mengomel-ngomel. Dengan heran, Dito menghidupkan lampu. Tuan Omongkosong muncul dari balik tirai sambil mengomel-ngomel. Dia basah kuyup. Air mengalir dari topinya yang bundar.
“Cuaca buruk! Ooh, cuaca buruk,” omelnya lagi, “Bahkan di balik tirai pun hujan! Sering, sih, tidak!”
“Tapi kau kan bisa mengubahnya,” kata Dito. “Di balik tirai kan, apa saja bisa terjadi seperti maumu!”
“Betul!” sahut Tuan Omongkosong dengan gembira. “Tapi kadang-kadang aku juga ingin jadi basah kuyup, lalu aku bisa mengomel-ngomel. Mengertikah, kau?”
Dito mengangguk-angguk. Dia mengerti. Sekali-sekali mengomel asyik juga. Atau sekali-sekali maraaah! Nah, setelahnya rasanya legaaa.
“Yuk, kita mengomel bersama-sama, Tuan Omongkosong,” ajak Dito.
Menurut Tuan Omongkosong itu usul yang bagus.
“Coba dengarkan, Dito! Aku mengomel-ngomel pada hujan! Hujan, gara-gara kau topi bundarku yang bagus basah kuyup dan jadi lemas! Huh!”
“Sekarang giliranmu, Dito!”
“Tuan Omongkosong! Jangan berdiri di atas tempat tidurku pakai sepatu yang basah! Cepat, turun!” omel Dito.
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR