Di sebuah gudang, ada seekor tikus kecil yang belum pernah keluar dari sarangnya. Ia belum pernah bertemu dengan hewan lainnya selain tikus-tikus keluarganya.
Pada suatu hari, tikus kecil ini mencoba untuk keluar dari gudang. Ia sangat takjub melihat rumput hijau di luar gudang. Dan ia menjadi gemetar saat melihat seekor ayam jantan.
Tikus kecil belum pernah melihat ayam jantan sebelumnya. Ia buru-buru sembunyi di balik sebatang pohon. Tikus kecil mengintip memerhatikan ayam jantan itu. Ia sangat takut melihat paruh ayam jantan yang tampak tajam. Juga benda merah di atas kepala ayam jantan, yaitu jenggernya.
Ketika ayam itu melihat ke arah lain, tikus kecil segera berlari cepat pergi dari tempat itu. Tikus kecil kini tiba di sisi lain halaman itu. Kini, ia melihat seekor kucing. Menurut tikus kecil, hewan itu sangat tampan. Bulunya halus dan matanya berkilau indah. Tikus kecil terpana melihatnya.
Tanpa sadar, tikus kecil sudah melangkah mendekati si kucing. Namun, tiba-tiba saja kucing itu melesat pergi. Tikus kecil heran dan clingak-clinguk mencari si hewan tampan berbulu halus. Tikus kecil tidak tahu, kalau kucing itu sekarang sudah ada di belakangnya. Siap melahapnya.
Di saat itu, tiba-tiba terdengar suara Bu Tikus memanggil anaknya. Tikus kecil pun berlari cepat masuk kembali ke sarangnya. Si kucing tampan gagal menyantap tikus.
Setiba di dalam sarangnya, tikus kecil bercerita tentang hewan berparuh runcing yang mengerikan. Dan hewan berbulu halus yang tampan. Ibunya langsung menasihati anaknya,
“Anakku, Ibu kan sudah berulang kali menasihatimu untuk berhati-hati. Jangan melihat penampilan! Hewan mengerikan yang kamu lihat adalah ayam jantan yang tidak berbahya. Sedangkan hewan tampan berbulu halus itu adalah kucing. Kucing adalah musuh utama kita!”
Tikus kecil mengangguk-angguk. Kini ia tidak akan melupakan nasihat ibunya itu. Ia harus tahu sifat semua hewan, sebelum berteman dekat dengan mereka.
(Dok. Majalah Bobo / Fabel)
Source | : | (Dok. Majalah Bobo / Fabel) |
Penulis | : | Vanda Parengkuan |
Editor | : | Vanda Parengkuan |
KOMENTAR