Ibu Mimi berjualan makanan di depan rumahnya. Banyak pegawai kantor yang datang dan makan di kantin ibu Mimi. Setiap hari, ibu Mimi membeli banyak kaki ayam. Karena ada satu makanan berkuah yang lebih lezat bila dimasak dengan kaki ayam.
Nah, kaki ayam ini amat disukai Mimi. Rasanya gurih, legit, dan ... pokoknya nikmat. Waktu masih kecil Mimi sering makan 2 buah kaki ayam. Sekarang, setelah kelas V, Mimi bisa menghabiskan setengah lusin kaki ayam.
Tetapi, kegemaran Mimi ini nyaris terhenti. Suatu siang, Rita dan Agnes datang saat Mimi sedang makan siang. Di hadapannya ada semangkuk kaki ayam, lengkap dengan cekernya.
"Hai, kalian mau makan? Ayo, kita makan. Agnes dan Rita saling berpandangan, lalu tertawa.
"Kenapa?" tanya Mimi heran.Tangannya tetap memegang sepotong kaki ayam .
"Aku heran kamu kok nikmat benar makan kaki ayam. Aku tak pernah mau memakannya!" jawab Rita.
"Aku juga. Malah aku baru pernah lihat ada orang suka makan kaki ayam!" tambah Agnes.
"Oh,ya? Aku kira banyak orang yang suka makan kaki ayam. Lezat kok. Ah, mungkin kalian berdua saja tidak suka karena belum pernah mencobanya. Cobalah satu!" Mimi menawarkan.
Rita dan Agnes menunjukkan wajah jijik.
"Aku jadi ingin tahu berapa orang anak di kelas kita yang suka makan kaki ayam!" tiba-tiba Rita berkata.
"Baik, besok aku akan menanyakan pada teman-teman kita. Akan kubuktikan cukup banyak orang yang tahu lezatnya kaki ayam!" kata Mimi bersemangat. Esok harinya, Mimi membawa notes kecil dan menuliskan nama-nama kawan sekelasnya yang 37 orang itu. Lalu, ia menanyai mereka satu persatu. Pekerjaan itu tidak sulit. Ia melakukannya sebelum bel masuk berbunyi, waktu istirahat
Pertama dan kedua. Namun, hasilnya mengecewakan Mimi.Ternyata, tak seorang pun kawan sekelasnya suka makan kaki ayam. Sekarang Mimi mulai ragu-ragu. Jangan-jangan ia yang aneh karena suka makan kaki ayam. Apakah sebaiknya mulai sekarang ia tidak makan kaki ayam lagi? Tetapi, bisakah ia menghentikan kegemarannya itu?
Bisa Mengisi Waktu Liburan, Playground Berbasis Sains Interaktif Hadir di Indonesia!
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR